Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Senin, 07 April 2014

Perang Hunain, Perang Mautah, Perang Badar

1. Perang Hunain, 8 Hijriyah


Setelah pembebasan kota Mekah sebuah berita sampai kepada Nabi Muhammad Saw bahwa kabilah Hawazin dan Tsaqif telah berkumpul di lembah Hunain untuk memerangi kaum Muslimin. Nabi Muhammad Saw lalu memerintahkan pasukannya untuk bersiap-siap menghadapi mereka pada bulan Syawal tahun 8 Hijriyah.

Jumlah pasukan Muslimin sebanyak dua belas ribu orang tentara, setelah mendapat tambahan dari penduduk Mekkah yang bergabung. Selanjutnya, pasukan itu bertolak menuju lembah Hunain. Sesampainya di sana mereka dikejutkan oleh pasukan Hawazin dan Tsaqif yang berada di lembah-lembah dan gunung-gunung. Hampir saja mereka dapat mengalahkan pasukan Muslimin. Sebagian pasukan Muslimin lari karena keterkejutan itu. Hanya sedikit, sekitar sepuluh orang saja, yang menetap bersama Nabi Muhammad Saw. Dengan suara tinggi Nabi Muhammad Saw berseru kepada kaum Muslimin, “Aku Nabi, bukan kebohongan, aku putera Abdul Muthallib.”

Melihat keteguhan dan keberanian Nabi Muhammad Saw, kaum Muslimin kembali menyatu di belakang Nabi Muhammad Saw.

Mereka kemudian melancarkan serangan dahsyat dan berakhir dengan kemenangan. Berhasil membunuh tentara musuh dalam jumlah besar, menawan sekitar enam ribu orang, dan mendapatkan banyak harta rampasan.

Perlu kita catat bahwa sebab kekalahan yang hampir menimpa kaum Muslimin adalah kesilauan mereka terhadap jumlah mereka yang banyak. Mereka mengatakan, “Pada hari ini kita tidak mungkin dikalahkan oleh pasukan yang sedikit.”

Maka Allah Swt hendak memberikan pelajaran kepada mereka bahwa jumlah yang banyak saja belum cukup, tetapi harus ada pertolongan Allah Swt.

Diriwayatkan oleh Sa’id bin Janadah r.a, ia berkata, “Tatkala Rasulullah Saw serta para sahabat kembali dari peperangan Hunain, kami singgah di satu padang tandus.”

Lalu Nabi Muhamad Saw berkata, “Kumpulkanlah oleh kalian apa saja. Barang siapa diantara kalian mendapatkan sesuatu, bawalah kemari. Barang siapa menemukan tulang atau gigi, bawalah kemari.”

Said melanjutkan, “Dalam watu sekejap kami telah berhasil mengumpulkan setumpukan besar benda-benda.”

Kemudian Nabi Muhammad Saw bersabda, “Tidaklah kalian lihat benda-benda ini?
Begitu juga halnya dosa-dosa yang berkumpul pada salah seorang kalian. Seperti apa yang telah kalian kumpulkan ini.
Karena itu, hendaklah orang takut kepada Allah Swt, janganlah ia berbuat dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, karena semuanya akan dihitung!”

 

2. Kisah Perang Mautah


Rasulullah Saw biasa mengirim surat kepada para raja untuk berdakwah dan bertabligh kepada mereka. Salah satu surat beliau telah dibawa oleh Harits bin Umair r.a yang akan diberikan kepada Raja Bushra.


Ketika sampai di Mautah, maka Syarahbil Ghassani yang ketika itu menjadi salah seorang hakim kaisar telah membunuh utusan Rasulullah Saw. Membunuh utusan, menurut aturan siapa saja, adalah suatu kesalahan besar. Rasulullah Saw sangat marah atas kejadian itu. Maka Rasulullah Saw menyiapkan pasukan sebanyak tiga ribu orang. Zaid bin Haritsah r.a telah dipilih menjadi peniimpin pasukan tersebut.

Rasulullah Saw bersabda, “Jika ia mati syahid dalam peperangan, maka Ja’far bin Abi Thalib r.a menggantinya sebagai pemimpin pasukan. Jika ia juga mati syahid, maka pemimpin pasukan digantikan oleh Abdullah bin Rawahah r.a. Jika ia juga mati syahid, maka terserah kaum muslim untuk memilih siapa pemimpinnya”.

Seorang Yahudi, ketika mendengar perkataan ini berkata, “Ketiga orang sahabat yang telah ditunjuk sebagai amir tersebut pasti akan mati. Anbiya a.s pun, dahulu telah mengucapkan kata-kata yang demikian”.

Kemudian Rasulullah Saw memberikan bendera berwarna putih kepada Zaid bin Haritsah r.a. Beliau sendiri ikut mengantar rombongan untuk melepas mereka. Di luar kota, ketika orang-orang yang mengantarkan pasukan tersebut akan kembali, maka beliau berdo’a untuk para mujahidin ini dengan do’a keselamatan, kejayaan, dan agar mereka dijauhkan dari semua perkara yang buruk sampai mereka kembali.

Do’a Rasulullah Saw ini dijawab oleh Abdullah bin Rawahah r.a dengan membaca tiga bait syair yang maksudnya:

“Engkau meminta ampunan dari Tuhanmu.
Sedangkan kami menginginkan pedang yang akan memutuskan pembuluh-pembuluh darah atau tombak yang akan menusuk lambung dan hatiku
Jika nanti, orang-orang melewati kuburan kami, mereka akan berkata:
Inilah orang-orang yang telah berjuang untuk Allah. Sungguh, kalian betul-betul telah mendapat petunjuk dan kejayaan”

Setelah itu, berangkatlah pasukan tersebut. Syarahbil pun telah mendengar tentang keberangkatan pasukan ini. Dia telah menyiapkan pasukan sebanyak seratus ribu tentara untuk melawan kaum muslimin. Dalam pada itu, para sahabat r.huma juga telah mendengar kabar bahwa Heraclius, raja Romawi, juga telah mengirim seratus ribu tentaranya untuk ikut menyerang kaum muslimin. Maka dengan jumlah musuh yang demikian banyak tersebut membuat sebagian sahabat r.huma menjadi ragu: meneruskan bertempur melawan musuh, ataukah memberitahukan kepada Rasulullah Saw. Abdullah bin Rawahah r.a berkata,

“Hai orang-orang. Apa yang kalian takuti?
Untuk apa kalian keluar meninggalkan Romawiah kalian?
Apakah kalian keluar ini bukan untuk mati syahid?
Kami adalah orang-orang yang tidak memperhitungkan kekuatan ataupun banyaknya orang dalam pertempuran.
Kami hanya berperang agar di suatu hari nanti, Allah Swt memuliakan kita.
Majulah. Setidaknya salah satu diantara dua kemenangan mesti kita dapatkan. Mati syahid, atau menang dalam pertempuran ini”.

Mendengar kata-kata tersebut, semangat kaum muslimin pun bangkit kembali. Mereka terus maju sehingga sampailah pasukan tersebut di Mut’ah dan mulailah pertempuran berlangsung antara mereka dengan pasukan musuh. Dalam permulaan pertempuran, bendera dibawa oleh Zaid bin Haritsah r.a. Dengan bendera di tangan, ia telah menyerang ke tengah Pertempuran. Mulailah berlangsung pertempuran. Ketika itu saudara Syarahbil telah terbunuh sedangkan kawan-kawannya melarikan diri. Syarahbil sendiri telah lari ke sebuah benteng dan bersembunyi di dalamnya.

Kemudian Raja Heraclius mengirimkan bala bantuan lagi kurang lebih sebanyak dua ratus ribu orang tentara. Pertempuran berlangsung dengan begitu dahsyatnya. Akhirnya, Zaid bin Haritsa r.a. gugur syahid. Maka bendera kaum Muslimin segera diambil oleh Ja’far bin Abi Thalib r.a, setelah itu ia memotong kaki kudanya agar tidak berpikiran lagi untuk kembali. Sambil menyerang musuh, ia membaca beberapa bait syair yang terjemahannya sebagai berikut:

“Hai orang-orang, apakah tidak baik surga itu Dan surga itu sudah dekat Betapa indahnya ia Dan betapa sejuknya air surga Telah dekat masa siksa bagi raja Romawi Dan saya mempunyai kewajiban untuk membunuhnya”

Setelah membaca syair tersebut, dipotonglah kaki kudanya dengan tangannya sendiri. Agar hatinya tidak berpikir untuk kembali. la menghunus pedangnya dan terjun ke tengah pertempuran melawan orang-orang kafir tersebut. Karena ia adalah pimpinan pasukan, maka bendera itu tetap berada di tangannya. Pada mulanya, bendera tersebut dipegang dengan tangan kanannya. Tetapi salah seorang pasukan kafir telah memenggal tangan kanannya sehingga bendera pun terjatuh. Maka bendera tersebut segera diambil dengan tangan kirinya. Tetapi, orang kafir itu telah memotong kembali tangan kirinya. Maka ia segera mendekap bendera itu di dada dengan kedua lengannya yang masih tersisa dan digigitnya bendera itu dengan sekuat tenaga.

Kemudian, seorang musuh dari arah belakang menebasnya dengan pedang sehingga tubuhnya terpotong menjadi dua. Ia pun roboh ke tanah, dan gugur dalam keadaan syahid. Pada saat itu, Ja’far bin Abi Thalib r.a baru berumur tiga puluh tiga tahun.

Abdullah bin Umar r.a berkata bahwa setelah Jafar r.a menjadi mayat, ketika mayat tersebut di angkat, di bagian muka tubuhnya terdapat sembilan puluh buah luka. Ketika Ja’far bin Abi Thalib r.a telah mati syahid, maka orang-orang memanggil Abdullah bin Rawahah r.a.

Ketika itu, ia sedang berada di sebuah sudut dengan beberapa tentara muslimin, sedang memakan sepotong daging karena sudah tiga hari lamanya mereka tidak makan sesuatu pun. Mendengar suara yang memanggilnya, maka dilemparkanlah sisa daging itu. Ia berkata memarahi dirinya sendiri,

“Hai lihatlah, Ja’far telah syahid, sedangkan kamu masih sibuk dengan keduniaanmu”.

Maka ia segera maju menyerang ke depan dan mengambil bendera kaum muslimin. Tetapi, jari tangannya telah terluka berlumuran darah dan terkulai hampir putus. Kemudian jari itu diinjak dengan kakinya sendiri lalu ditarik tangannya sehingga terpotonglah jarinya tersebut. Kemudian, jari yang sudah terputus itu ia lemparkan, kemudian ia maju kembali ke medan pertempuran. Dalam keadaan susah dan payah seperti ini, ia merasa sedikit ragu di dalam hatinya karena hampir tidak ada semangat dan kekuataan lagi untuk berperang. Tetapi, keraguan tersebut hanya terlintas sebentar saja dalam hatinya. Ia segera berkata pada dirinya sendiri,

“Wahai hati, apa yang masih kamu ragukan, apa yang menyebabkan kamu ragu-ragu?
Isterikah? Ia sudah saya talak tiga.
Atau hamba sahaya yang kamu miliki? Semuanya telah saya merdekakan.
Ataukah kebun? Itu pun telah saya korbankan di jalan Allah”.

Setelah itu, ia membaca syair berikut:
“Wahai hati, kamu harus turun Meskipun dengan senang hati, ataupun dengan berat hati Kamu telah hidup dengan ketenangan beberapa lama.
Berpikirlah, pada hakikatnya, kamu berasal dari setetes air mani. Lihatlah orang-orang kafir telah menyerang orang-orang Islam. Apakah kamu tidak menyukai surga jika kamu tidak mati sekarang suatu saat nanti, akhirnya kamu akan mati juga”.

Setelah itu, ia turun dari kudanya. Seorang sepupunya, yaitu anak pamannya, telah memberi sekerat daging kepadanya sambil berkata, “Makanlah ini untuk meluruskan tulang punggungmu.” Karena sudah berhari-hari ia tidak makan, maka daging tersebut diterimanya. Baru saja ia mengambil daging tersebut, terdengarlah suara kekalahan. Akhirnya, dilemparkanlah daging tersebut. Ia segera mengambil pedangnya dan menyerbu ke kancah pertempuran melawan orang-orang kafir. Ia terus bertempur hingga mati syahid.

3. Kisah Perang Badar


Perang Badar terjadi pada 7 Ramadhan, dua tahun setelah hijrah. Ini adalah peperangan pertama yang mana kaum Muslim (Muslimin) mendapat kemenangan terhadap kaum Kafir dan merupakan peperangan yang sangat terkenal karena beberapa kejadian yang ajaib terjadi dalam peperangan tersebut. Rasulullah Saw telah memberikan semangat kepada Muslimin untuk menghadang khafilah suku Quraish yang akan kembali ke Mekkah dari Syam. Muslimin keluar dengan 300 lebih tentara tidak ada niat untuk menghadapi khafilah dagang yang hanya terdiri dari 40 lelaki, tidak berniat untuk menyerang tetapi hanya untuk menunjuk kekuatan terhadap mereka. Khafilah dagang itu lolos, tetapi Abu Sufyan telah mengantar pesan kepada kaumnya suku Quraish untuk datang dan menyelamatkannya. Kaum Quraisy maju dengan pasukan besar yang terdiri dari 1000 lelaki, 600 pakaian perang, 100 ekor kuda, dan 700 ekor unta, dan persediaan makanan mewah yang cukup untuk beberapa hari.

Kafir Quraisy ingin menjadikan peperangan ini sebagai kemenangan bagi mereka yang akan meletakkan rasa takut di dalam hati seluruh kaum bangsa Arab. Mereka hendak menghancurkan Muslimin dan mendapatkan keagungan dan kehebatan. Banyangkan, pasukan Muslimin dengan jumlah tentara yang kecil (termasuk 2 ekor kuda), keluar dengan niat mereka hanya untuk menghadang 40 lelaki yang tidak bersenjata akan tetapi harus menghadapi pasukan yang dipersiapkan dengan baik -3 kali- dari jumlah mereka.

Rasulullah Saw dengan mudah meminta mereka Muslimin untuk perang dan mereka tidak akan menolak, akan tetapi, beliau Saw ingin menekankan kepada pengikutnya bahwa mereka harus mempertahankan keyakinan dan keimanan dan untuk menjadi pelajaran bagi kita.

Beliau Saw mengumpulkan para sahabatnya untuk mengadakan musyawarah. Banyak diantara sahabat Muhajirin yang memberikan usulan, dengan menggunakan kata-kata yang baik untuk menerangkan dedikasi mereka.

Tetapi ada seorang sahabat yaitu Miqdad bin Al-Aswad r.a, dia berdiri dihadapan mereka yang masih merasa takut dan berkata kepada Rasulullah Saw,

“Ya Rasulullah (Saw)!, Kami tidak akan mengatakan kepadamu seperti apa yang dikatakan oleh bani Israel kepada Musa (A.s), ‘Pergilah kamu bersama Tuhanmu, kami duduk (menunggu) di sini’( Dalam surah Al-Maidah). Pergilah bersama dengan keberkahan Allah dan kami akan bersama dengan mu !”.

Rasulullah Saw merasa sangat suka, akan tetapi Rasulullah Saw hanya diam, beliau menunggu dan beberapa orang dari sahabat dapat mengetahui keinginan Beliau Saw. Sejauh ini hanya sahabat Muhajirin yang telah menyatakan kesungguhan mereka, akan tetapi Beliau menuggu para sahabat Anshor yang sebagian besar tidak hadir dalam baiat ‘Aqaabah untuk turut serta dalam berperang melawan kekuatan musuh bersama-sama Rasulullah Saw di luar kawasan mereka. Maka, pemimpin besar sahabat Anshor, Sa’ad bin Muadz angkat bicara, “Ya Rasulullah (Saw) mungkin yang engkau maksudkan adalah kami”.

Rasulullah Saw menyetujuinya. Sa’ad kemudian menyampaikan pidatonya yang sangat indah yang mana dia berkata,

“Wahai utusan Allah, kami telah mempercayai bahwa engkau berkata benar, Kami telah memberikan kepadamu kesetiaan kami untuk mendengar dan taat kepadamu…
Demi Allah, Dia yang telah mengutusmu dengan kebenaran, jika engkau memasuki laut, kami akan ikut memasukinya bersamamu dan tidak ada seorang pun dari kami yang akan tertinggal di belakang…

Mudah-mudahan Allah akan menunjukkan kepadamu yang mana tindakan kami akan menyukakan mu.

Maka Majulah bersama-sama kami, letakkan kepercayaan kami di dalam keberkahan Allah”.

Rasulullah Saw sangat menyukai apa yang disampaikan dan kemudian beliau Saw bersabda, “Majulah ke depan dan yakinlah yang Allah telah menjajikan kepadaku satu dari keduanya (khafilah dagang atau perang), dan demi Allah, seolah-olah aku telah dapat melihat pasukan musuh terbaring kalah”.

Pasukan Muslimin bergerak maju dan kemudian berhenti sejenak di tempat yang berdekatan dengan Badar (tempat paling dekat ke Madinah yang berada di utara Mekkah). Seorang sahabat bernama, Al-Hubab bin Mundhir r.a, bertanya kepada Rasulullah Saw, ” Apakah Allah Swt mewahyukan kepadamu untuk memilih tempat ini atau hanya strategi perang hasil keputusan musyawarah?”.

Rasulullah Saw bersabda, “Ini adalah hasil strategi perang dan keputusan musyawarah”.
Maka Al-Hubab telah mengusulkan kembali kepada Rasulullah Saw agar pasukan Muslimin sebaiknya bermarkas lebih ke selatan tempat yang paling dekat dengan sumber air, kemudian membuat kolam persediaan air untuk mereka dan menghancurkan sumber air yang lain sehingga dapat menghalang orang kafir Quraisy dari mendapatkan air.

Rasulullah Saw menyetujui usulan tersebut dan melaksanakannya. Kemudian Sa’ad bin Muadz mengusulkan untuk membangun benteng untuk Rasulullah Saw untuk melindungi beliau dan sebagai markas bagi pasukan Muslimin. Rasulullah Saw dan Abu Bakar r.a. tinggal di dalam benteng sementara Sa’ad bin Muadz dan sekumpulan lelaki menjaganya.

Rasulullah Saw telah menghabiskan sepanjang-panjang malam dengan berdo’a dan beribadah walaupun beliau Saw bahwa Allah Swt telah menjanjikannya kemenangan. Hanya melebihi cintanya dan penghambaannya dan penyerahan diri kepada Allah Swt dengan ibadah yang Beliau Saw kerjakan. Dan hanya telah dikatakan sebagai bentuk tertinggi dari ibadah yang dikenal sebagai ‘Ainul Yaqiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!