Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi
maha penyayang, berikut ini adalah istilah-istilah singkat yang biasa digunakan
oleh para penuntut ilmu syar’i :
Afwan = maaf.
Tafadhdhol = silahkan (untuk umum).
Tafadhdholiy = silahkan (untuk perempuan).
Mumtaz : Hebat, Nilai sempurna, bagus banget.
Na’am : iya.
La adri = tidak tahu.
Syukron : terima kasih
Zadanallah ilman wa hirsha = smoga ALLAH manambah
kita ilmu & semangat
Yassarallah/sahhalallah lanal khaira haitsuma kunna
= semoga ALLAH mudahkan kita dalam kebaikan dimanapun berada
Allahummaghfir lana wal muslimin = ya ALLAH
ampunilah kami & kaum muslimin.
Laqod sodaqta = dengan sebenarnya.
Ittaqillaah haitsumma kunta = Bertaqwalah kamu
kepada Allah dimanapun kamu berada.
Allahul musta’an = hanya ALLAH-lah tempat kita
minta tolong.
Barakallah fikum = semoga ALLAH memberi kalian
berkah.
Wa iyyak = sama-sama.
Wa anta kadzalik = begitu juga antum.
Ayyul khidmah = ada yang bisa dibantu ?
Nas-alullaha asSalamah wal afiah = kita memohon
kepada ALLAH keselamatan dan kebaikan.
Jazakumullah khayran = semoga ALLAH membalas kalian
dengan lebih baik.
Jazaakallahu khayran = semoga ALLAH membalasmu
(laki2) dengan lebih baik.
Jazaakillahu khayran = semoga ALLAH membalasmu (perempuan)
dengan lebih baik.
Allahumma ajurny fi mushibaty wakhlufly khairan
minha = ya ALLAH berilah pahala pada musibahku dan gantikanlah dengan yang
lebih baik darinya.
Rahimakumullah = smoga ALLAH merahmati kalian.
Hafizhanallah = semoga ALLAH menjaga kita.
Hadaanallah = semoga ALLAH memberikan kita
petunjuk/hidayah.
Allahu yahdik = semoga Allah memberimu
petunjuk/hidayah.
‘ala rohatik = ‘ala kaifik = tereserah anda…
(biasanya digunakan dalam percakapan bebas, atau
lebih halusnya silahkan dikondisikan saja..)
ana = y = saya.
anta = ka = kamu (laki-laki).
anti = ki = kamu (perempuan).
(maksudnya ==> kalau untuk kepada kamu laki2=
kaifa haluka ? ; Kalau kepada kamu perempuan : kaifa haluki?)
antunna = kunn = kalian (perempuan).
huwa = hu = dia (laki-laki).
hiya = ha = dia (perempuan).
maa dza ta’malu ? = apa yg sedang kamu kerjakan ?
maa dza ta’maluna ? = apa yg sedang kalian kerjakan
?
qoro’tu fiil madi = aku telah membaca.
ahfadhuhaa mahlan mahlan = saya akan menghafalnya
pelan-pelan.
ﺃَﺣْﻤَﺪ:
ﻣِﻦْ ﺃَﻳْﻦَ ﺃَﻧْﺖَ ﻗَﺎﺩِﻡ
ﻳَﺎ ﺃَﺧِﻲ؟
Min aina anta qaadim, ya akhii? / Dari mana Anda
berasal, wahai Saudaraku?
ﻣُﺤَﻤَّﺪ:
ﺃَﻧَﺎ ﻗَﺎﺩِﻡ ﻣِﻦْ ﺟَﺎﻭَﻯ
ﺍﻟﺸَّﺮْﻗِﻴَّﺔ
Anaa qaadim min Jaawaa asy-syarqiyyah / Saya
berasal dari Jawa Timur.
ﺃَﺣْﻤَﺪ:
ﻫَﻞْ ﺃَﻧْﺖَ ﻃَﺎﻟِﺐ؟
Hal anta thaalib? / Apakah Anda seorang mahasiswa?
ﻣُﺤَﻤَّﺪ:
ﻻَ ﺃَﻧَﺎ ﻣُﻮَﻇَّﻒ
Laa, anaa muwadhdhaf / Tidak, saya seorang
karyawan.
ﺃَﺣْﻤَﺪ:
ﺃَﻳْﻦَ ﻣَﻜْﺘَﺒُﻚَ؟
Aina maktabuka? / Di mana kantormu?
ﻣُﺤَﻤَّﺪ:
ﻣَﻜْﺘَﺒِﻲ ﻓِﻲ ﺍﻟﺸَّﺎﺭِﻉ ﺳُﻮﺩِﺭْﻣَﺎﻥ
Maktabii fisy-syaari’ Sudirman / Kantorku di jalan
Sudirman.
ﺃَﺣْﻤَﺪ:
ﺑِﻤَﺎﺫَﺍ ﺗَﺬْﻫَﺐ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻜْﺘَﺐ؟
Bimaadzaa tadzhab ilal-maktab? / Dengan apa Anda
pergi ke kantor.
ﻣُﺤَﻤّﺪ:
ﺃَﺫْﻫَﺐ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟْﻤَﻜْﺘَﺐ ﺑِﺎﻟﺴَّﻴَّﺎﺭَﺓ
Adzhab ilal-maktab bis-sayyaarah / Saya pergi ke
kantor dengan mobil.
Akalti : kamu sudah makan?
ana ata’allamu = saya sedang belajar.
nahnu nata’allamu = kami sedang belajar.
al idhofatu = sandaran
contoh :
kitaabun – Muhammad –> kitaabun Muhammadin =
bukunya Muhammad –> nah, ini dalam bahasa arab disebut : mudhoofun ilaih
(mabniun alal kasry) lagi.. baitun – mudarrisyun –> baitu mudarrisyin/baitul
mudarrisyi = rumah guru
TIPS: bagaimana kalau berdiskusi dengan para ahlul
bid’ah dan mereka tetap bersikeras kepada kebid’ahannya ?
Cukup tutup dengan kalimat,
“mau’iduna yaumal jana’iz!” = nantikanlah sampai
kematian menjemput anda.
Setelah itu, tinggalkan tempat kejadian perkara.
- ana = saya.
- anta = ka = kamu (laki-laki).
- anti = ki = kamu (perempuan).
- antum = kum = kalian (laki-laki).
- antunna = kunn = kalian (perempuan).
- huwa = hu = dia (laki-laki).
- hiya = ha = dia (perempuan).
- ya akhi = wahai saudaraku (laki-laki).
- ya ukhti = wahai saudariku (perempuan).
- Akhi fillah = saudaraku seiman (kepada Allah).
- Jazaakallahu khayran = semoga ALLAH memmbalasmu
dengan kebaikan.
- Jazakumullah khayiran = semoga ALLAH memmbalas
kalian dengan kebaikan.
- Allahu yahdik = Semoga Allah memberimu petunjuk.
- Rahimahullah = Semoga Allah merahmatinya.
- Rahimakumullah = smoga ALLAH merahmati kalian.
- Hafizhanallah = smoga ALLAH menjaga kita.
- Hadaanallah = semoga ALLAH memberikan kita
petunjuk.
- Afwan = maaf.
- Istaghfara yastaghfiru (استغفر) = meminta ampun.
- Zadanallah ilman wa hirshan = Semoga ALLAH
manambah kita ilmu & semangat.
- Yassarallah / sahhalallah lanal khaira haitsuma
kunna = Semoga ALLAH mudahkan kita dalam kebaikan dimanapun berada.
- Allahummaghfir lana wal muslimin = ya ALLAH
ampunilah kami & kaum muslimin.
- Allahul musta’an = hanya ALLAH lah tempat kita
minta tolong.
- Barakallahu fiik/kum = Semoga ALLAH memberi
kalian berkah.
- Wa iyyak/kum = sama-sama.
- Wa anta kadzaalik = begitu juga antum.
- Nas-alullaha assalamah wal aafiah = kita memohon
kepada ALLAH keselamatan dan kebaikan.
dipersilahkan bagi yang mau menambahkan /
mengkoreksi, & kalo ada yg mau menambahkan dgn huruf hijaiyah itu lebih
baik.
ana aidon = aku juga.
thoyyib = baiklah.
laa bahsa = tidak apa-apa.
mafi musykila = tidak masalah.
sway-sway = sedikit demi sedikit.
kata ‘afwan dibeberapa ayat dengan beberapa makna
yang saling berbeda. Antara lain:
Pertama, ( ولقد
عفا الله عنهم) QS. Ali Imran : 155, maknanya maaf.
Kedua, (إلا
أن يعفون أو يعفو
الذي بيده عقدة النكاح)
QS. Al-Baqarah : 237, maknanya meninggalkan.
Ketiga, (ثمّ
بدّلنا مكان السيئة الحسنة
حتى عفوا) QS. al-A’raf : 95,
maknanya tambah banyak.
Keempat, (ويسألونك
ما ذا ينفقون قل
العفو) QS. al-Baqarah :
219, maknanya kelebihan dari harta.
Dari beberapa kata “afwan” yang ada dalam al-Quran
tersebut, dapat kita tafsirkan makna dari kata “afwan”:
Menurut pengertian pertama, “maafkan saya atas
kekurangan saya yang tidak mampu memberikan pelayanan lebih.”
Menurut pengertian kedua, “tinggalkan terimakasih
tersebut, karena saya tak butuh terima kasih itu.”
Menurut pengertian ketiga, “diantara kita ada yang
lebih banyak dari apa yang telah saya berikan.”
Menurut pengertian keempat, “apa yang telah saya
berikan merupakan limpahan pemberian yang tidak berhak disyukuri.”
Wallahu a’lam.
penggunaan ‘afwan’ kalau dalam keseharian sama
dengan ‘you welcome’ dlm bhs Inggris. juga sering digunakan sebagai permintaan
maaf dalam mengusulkan sesuatu, atau kalau tidak dapat memenuhi sesuatu.
(dikedua kesempatan ini kata ‘afwan’ digunakan commonly) Wallahu’a’lam..
Nah, ngomong-ngomong soal “wa iyyaka” atau “wa
iyyakum”, kayaknya ada artikel bagus nih, khusus membahas masalah ucapan “wa
iyyaka” atau “wa iyyakum”
Banyak orang yang sering mengucapkan “waiyyak (dan
kepadamu juga)” atau “waiyyakum (dan kepada kalian juga)” ketika telah
dido’akan atau mendapat kebaikan dari seseorang. Apakah ada sunnahnya
mengucapkan seperti ini? Lalu bagaimanakah ucapan yang sebenarnya ketika
seseorang telah mendapat kebaikan dari orang lain misalnya ucapan “jazakallah
khair atau barakalahu fiikum”?
Berikut fatwa Ulama yang berkaitan dengan ucapan
tersebut:
Asy Syaikh Muhammad ‘Umar Baazmool, pengajar di
Universitas Ummul Quraa Mekah, ditanya: Beberapa orang sering mengatakan
“Amiin, waiyyaak” (yang artinya “Amiin, dan kepadamu juga”) setelah seseorang
mengucapkan “Jazakallahu khairan” (yang berarti “semoga ALLAH membalas
kebaikanmu”). Apakah merupakan suatu keharusan untuk membalas dengan perkataan
ini setiap saat?
Beliau menjawab: Ada banyak riwayat dari sahabat
dan dari Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam, dan ada riwayat yang menjelaskan
tindakan ulama. Dalam riwayat mereka yang mengatakan “Jazakalahu khairan,”
tidak ada yang menyebutkan bahwa mereka secara khusus membalas dengan perkataan
“wa iyyaakum.”
Karena ini, mereka yang berpegang pada perkataan
“wa iyyaakum,” setelah doa apapun, dan tidak berkata “Jazakallahu khairan,”
mereka telah jatuh ke dalam suatu yang baru yang telah ditambahkan (untuk
agama).
Al-Allamah Asy-Syaikh Al-Muhaddits Abdul Muhsin
Al-Abbad hafizhahullah Ta’ala ditanya: apakah ada dalil bahwa ketika
membalasnya dengan mengucapkan “wa iyyakum” (dan kepadamu juga)?
Beliau menjawab: “tidak ada dalilnya, sepantasnya
dia juga mengatakan “jazakallahu khair” (semoga Allah membalasmu kebaikan
pula), yaitu dido’akan sebagaimana dia berdo’a, meskipun perkataan seperti “wa
iyyakum” sebagai athaf (mengikuti) ucapan “jazaakum”, yaitu ucapan “wa iyyakum”
bermakna “sebagaimana kami mendapat kebaikan, juga kalian”, namun jika dia
mengatakan “jazakalallahu khair” dan menyebut do’a tersebut secara nash, tidak
diragukan lagi bahwa hal ini lebih utama dan lebih afdhal.”
Asy Syaikh Ahmad bin Yahya An Najmi ditanya: Apa
hukumnya mengucapkan, “Syukran (terimakasih)” bagi seseorang yang telah berbuat
baik kepada kita?
Beliau menjawab: Yang melakukan hal tersebut sudah
meninggalkan perkara yang lebih utama, yaitu mengatakan, “Jazaakallahu khairan
(semoga ALLAH membalas kebaikanmu.” Dan pada Allah-lah terdapat kemenangan.
Menjawab dengan “Wafiika barakallah”.
Apabila ada seseorang yang telah mengucapkan do’a
“Barakallahu fiikum atau Barakallahu fiika” kepada kita, maka kita menjawabnya:
“Wafiika barakallah” (Semoga Allah juga melimpahkan berkah kepadamu) (lihat
Ibnu Sunni hal. 138, no. 278, lihat Al-Waabilush Shayyib Ibnil Qayyim, hal.
304. Tahqiq Muhammad Uyun)
Menjawab dengan “jazakallahu khair”.
Ada satu hadits yang menjelaskan sunnahnya
mengucapkan “jazakallahu khairan”, dari Usamah bin Zaid radhiyallahu anhu bahwa
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:
“Barangsiapa yang diberikan satu perbuatan kebaikan
kepadanya lalu dia membalasnya dengan mengatakan : jazaakallahu khair (semoga
Allah membalasmu dengan kebaikan), maka sungguh hal itu telah mencukupi dalam
menyatakan rasa syukurnya.” (HR.At-Tirmidzi (2035), An-Nasaai dalam Al-kubra
(6/53), Al-Maqdisi dalam Al-mukhtarah: 4/1321, Ibnu Hibban: 3413, Al-Bazzar
dalam musnadnya:7/54. Hadits ini dishahihkan Al-Albani dalam shahih Tirmidzi)
Ada beberapa ketentuan dalam mengucapkan
jazakallah:
- jazakallahu khairan (engkau, lelaki)
- jazakillahu khairan (engkau, perempuan)
- jazakumullahu khairan (kamu sekalian)
- jazahumullahu khairan (mereka)
Fatwa ulama seputar ucapan “jazakallah”:
Al-Allamah Asy Syaikh Abdul Muhsin hafizhahullah
ditanya:
Sebagian ikhwan ada yang menambah pada ucapannya
dengan mengatakan “jazakallah khaeran wa zawwajaka bikran” (semoga Allah
membalasmu dengan kebaikan dan menikahkanmu dengan seorang perawan), dan yang
semisalnya. Bukankah tambahan ini merupakan penambahan dari sabda Rasul
shallallahu alaihi wasallam, dimana beliau mengatakan “sungguh dia telah
mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.?
Beliau menjawab:
Tidak perlu (penambahan) doa seperti ini, sebab
boleh jadi (orang yang didoakan) tidak menginginkan do’a yang disebut ini.
Boleh jadi orang yang dido’akan dengan do’a ini tidak menghendakinya. Seseorang
mendoakan kebaikan, dan setiap kebaikan sudah mencakup dalam keumuman doa ini.
Namun jika seseorang menyebutkan do’a ini, bukan berarti bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wasallam melarang untuk menambah dari do’a tersebut. Namun beliau hanya
mengabarkan bahwa ucapan ini telah mencukupi dalam menyatakan rasa syukurnya.
Namun seandainya jia dia mendoakan dan berkata: “jazakallahu khaer
wabarakallahu fiik wa ‘awwadhaka khaeran” (semoga Allah membalas kebaikanmu dan
senantiasa memberkahimu dan menggantimu dengan kebaikan pula” maka hal ini
tidak mengapa. Sebab Rasul Shallallahu alaihi wasallam tidak melarang adanya
tambahan do’a. Namun tambahan do’a yang mungkin saja tidak pada tempatnya,
boleh jadi yang dido’akan dengan do’a tersebut tidak menghendaki apa yang
disebut dalam do’a itu.
Al-Allamah Asy Syaikh Abdul Muhsin hafizhahullah
ditanya:
Ada sebagian orang berkata: ada sebagian pula yang
menambah tatkala berdo’a dengan mengatakan : jazaakallahu alfa khaer” (semoga
Allah membalasmu dengan seribu kebaikan” ?
Beliau -hafidzahullah- menjawab: “Demi Allah,
kebaikan itu tidak ada batasnya, sedangkan kata seribu itu terbatas, sementara
kebaikan tidak ada batasnya. Ini seperti ungkapan sebagian orang “beribu-ribu
terima kasih”, seperti ungkapan mereka ini. Namun ungkapan yang disebutkan
dalam hadits ini bersifat umum.” (transkrip dari kaset: durus syarah sunan
At-Tirmidzi,oleh Al-Allamah Abdul Muhsin Al-Abbad hafidzahullah, kitab Al-Birr
wa Ash-Shilah, nomor hadits: 222)
Kesimpulan:
Ucapan “Waiyyak” secara harfiah artinya “dan
kepadamu juga”. Ini adalah bentuk do’a `yang walaupun ulama kita tidak
menemukan itu sebagai sunnah. Dalam kasus manapun, namun tidak ada ulama yang
melarang berdo’a dengan selain ucapan “Jazakumullah khairan” dengan syarat
tidak boleh menganggapnya merupakan bagian dari sunnah. Namun untuk lebih
afdholnya kita ucapkan “jazakallah khair”, inilah sunnahnya.
Ada satu kaidah ushul fiqih yang dengan ini
mudah-mudahan kita bisa terhindar dari bid’ah dan kesalahan-kesalahan dalam
beramal atau beribadah.
Al-Imam Al-Bukhari (dalam kitab Al-Ilmu) beliau
berkata, “Ilmu itu sebelum berkata dan beramal”. Perkataan ini merupakan
kesimpulan yang beliau ambil dari firman Allah ta’ala “Maka ilmuilah
(ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan
mohonlah ampunan bagi dosamu” (QS. Muhammad: 19).
Dari ayat yang mulia ini, Allah ta’ala memulai
dengan ilmu sebelum seseorang mengucapkan syahadat, padahal syahadat adalah
perkara pertama yang dilakukan seorang muslim ketika ia ingin menjadi seorang
muslim, akan tetapi Allah mendahului syahadat tersebut dengan ilmu, hendaknya
kita berilmu dahulu sebelum mengucapkan syahadat, kalau pada kalimat syahadat
saja Allah berfirman seperti ini maka bagaimana dengan amalan lainnya? Tentunya
lebih pantas lagi kita berilmu baru kemudian mengamalkannya. Kita tidak boleh
asal ikut-ikutan orang lain tanpa dasar ilmu, seseorang sebelum berbuat sesuatu
harus mengetahui dengan benar dalil-dalilnya.
Bagaimana Ucapan yang sempurna dalam menjawab
Jazakallohu khoiron..?
Oleh : Ummu Shofiyyah al-Balitariyyah ; Ucapan Ini
Merupakan Amal Sholeh dan Amal Sholeh pun Akan Mengucapkannya Ucapan ini bagi
yang mengucapkannya adalah ibadah. Karena ucapan ini adalah sebuah doa dan doa
itu adalah ibadah. Adapun bagi yang menerimanya, ucapan ini adalah sebuah
kalimat yang sangat baik. Membuat wajah ingin tersenyum dan membahagiakan hati…
Ucapan ini lebih manis daripada “Syukron”… Dan lebih bermanfaat daripada
“terima kasih”…
Dan sangat tepat diucapkan oleh seseorang yang
ingin menyampaikan kepada temannya bahwa ia tidak mampu membalas kebaikannya.
Ucapan yang dimaksud adalah:
“JAZAKALLOHU KHOIRON” [semoga Alloh membalasmu dengan
kebaikan_umum/laki laki].
atau “JAZAKILLAHU KHOIRON” [jika yang diberi ucapan
adalah wanita].
Ucapan ini adalah amalan sholih karena ucapan ini
merupakan sunnah Nabi shollallohu alaihi wa sallam. Sebagaimana dalam hadits
Usamah bin Zaid, ia berkata: Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ
صُنِعَ إِلَيْهِ مَعْرُوفٌ فَقَالَ لِفَاعِلِهِ: جَزَاكَ
اللهُ خَيْرًا؛ فَقَدْ أَبْلَغَ فِي
الثَّنَاء
“Barang siapa yang diberi suatu kebaikan kepadanya,
lalu ia mengucapkan kepada orang yang memberi kebaikan tersebut: “Jazakallohu
khoiron”, maka sesungguhnya hal itu sudah mencukupi dalam menyatakan rasa
syukurnya.” [HR. at-Tirmidzi no. 1958, an-Nasa’i dalam as-Sunan al-Kubro 6/53,
dll. Dan dishohihkan oleh Syaikh al-Albani rohimahullohu ta’ala dalam Shohih
at-Targhib wat Tarhib (969).
Dalam Faidhul Qodir (172/6) dijelaskan: “telah
mencukupi rasa syukurnya” maksudnya adalah hal tersebut karena pengakuan terhadap
kekurangannya, dan ketidakmampuan dalam membalas kebaikannya, dan mempercayakan
membalas kebaikannya pada Alloh agar ia mendapatkan balasan yang sempurna.
Berkata al-allamah al-Utsaimin rohimahulloh dalam
Syarah Riyadhus Sholihin : “Hal itu dikarenakan jika Alloh membalas kebaikannya
dengan kebaikan, hal itu merupakan kebahagian baginya di dunia dan akhirat.”
CARA MENJAWABNYA
Dan yang utama dalam menjawab kalimat yang bagus
ini adalah dengan mengulang kalimat tersebut yakni membalasnya dengan mengatakan
:
“WA ANTA FAJAZAKALLOHU KHOIRON” atau yang
semisalnya.
Walaupun membalasnya dengan ucapan “WA IYYAKUM” dan
yang semisalnya adalah boleh-boleh saja, namun yang lebih afdhol adalah
membalas dengan mengulang lafadz doa tersebut.
Sebagaimana DIFATWAKAN oleh Syaikh Abdul Muhsin
al-Abbad al-Badr hafidzohulloh:
السؤال:
هل هناك دليل على
أن الرد يكون بصيغة
(وإياكم)؟
Pertanyaan :
Apakah ada dalil bahwa membalasnya (ucapan
jazakallohu khoiron) adalah dengan ucapan “wa iyyakum”?
Beliau menjawab : “Tidak, sepantasnya dia juga
mengatakan “wa jazakallohu khoiron” (dan semoga Allah juga membalasmu dengan
kebaikan), yaitu didoakan sebagaimana dia mendoakan, dan seandainya ia
mengucapkan semisal “wa iyyakum” sebagai athof (mengikuti) atas ucapan
“Jazakum”, yakni ucapan “wa iyyakum” bermakna “sebagaimana kami mendapat
kebaikan, semoga kalian juga”.
Akan tetapi jika ia membalasnya dengan ucapan
“antum jazakumulloh khoiron” dan mengucapkan dengan lafadz do’a tersebut, tidak
diragukan lagi bahwa ini lebih jelas dan lebih utama.” –selesai nukilan fatwa
Syaikh Abdul Muhsin hafidzohulloh -
Dan dalil apa yang difatwakan Syaikh Abdul Muhsin
di atas adalah sebagaimana dalam hadits berikut : Dari Anas bin Malik
rodhiyallohu anhu ia berkata: Usaid bin al-Hudhoir an-Naqib al-Asyhali datang
kepada Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam, maka ia bercerita kepada
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam tentang sebuah keluarga dari Bani
Zhofar yang kebanyakannya adalah wanita, maka Rosululloh shollallohu alaihi wa
sallam membagi kepada mereka sesuatu, membaginya di antara mereka, lalu
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam bersabda :
تركتَنا
-يا أسيد!- حتى ذهب
ما في أيدينا، فإذا
سمعتَ بطعام قد أتاني؛
فأتني فاذكر لي أهل
ذلك البيت، أو اذكر
لي ذاك. فمكث ما
شاء الله، ثم أتى
رسولَ الله صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طعامٌ مِن خيبر:
شعيرٌ وتمرٌ، فقسَم النبيُّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
في الناس، قال: ثم
قسم في الأنصار فأجزل،
قال: ثم قسم في
أهل ذلك البيت فأجزل،
فقال له أسيد شاكرًا
له: جزاكَ اللهُ -أيْ
رسولَ الله!- أطيبَ الجزاء
-أو: خيرًا؛ يشك عاصم-
قال : فقال له النبي
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
وأنتم معشرَ الأنصار! فجزاكم
الله خيرًا- أو: أطيب
الجزاء-، فإنكم – ما
علمتُ- أَعِفَّةٌ صُبُرٌ
“Engkau meninggalkan kami wahai Usaid, sampai habis
apa-apa yang ada pada kami, jika engkau mendengar makanan mendatangiku, maka
datangilah aku dan ingatkan padaku tentang keluarga itu atau ingatkan padaku
hal itu.”
Maka setelah beberapa saat, datang kepada
Rosululloh shollallohu alaihi wa sallam makanan dari khoibar berupa gandum dan
kurma, maka Nabi shollallohu alaihi wa sallam membaginya kepada manusia.
Ia berkata: kemudian beliau membaginya kepada kaum
Anshor lalu makanan itupun menjadi banyak, lalu ia berkata: kemudian beliau
membaginya kepada keluarga tersebut lalu makanan itupun menjadi banyak.
Lalu Usaid pun mengucapkan rasa syukurnya kepada
Nabi: “Jazakallohu athyabal jaza’ –atau khoiron- (Semoga Alloh membalasmu
-yaitu kepada Rosululloh- dengan sebaik-baik balasan –atau kebaikan), Ashim
(perawi hadits) ragu-ragu dalam lafadznya, lalu ia berkata : Nabi shollallohu
alaihi wa sallam kemudian membalasnya : “wa antum ma’syarol Anshor, fa
jazakumullohu khoiron –atau athyabal jaza’- (dan Kalian wahai sekalian kaum
Anshor, semoga Alloh membalas kalian dengan kebaikan –atau sebaik-baik
balasan), sesungguhnya setahuku kalian adalah orang-orang yang sangat menjaga
kehormatan lagi penyabar” [HR. an-Nasa’i no. 8345, ath-Thobroni dalam Mu’jam
al-Kabir no. 567, Ibnu Hibban no. 7400 & 7402, Abu Ya’la al-Mushili dalam
Musnadnya no. 908, dll. Dishohihkan syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah no.
3096]
Begitu pula terdapat contoh atsar para salaf yang
mengamalkan ucapan ini. Imam Bukhori rohimahulloh meriwayatkan dalam al-Adabul
mufrod dengan sanadnya dari Abu Murroh, maula Ummu Hani’ putri Abu Tholib:
:أنه
ركِبَ مع أبي هُريرة
إلى أرضِه بالعقيق، فإذا
دَخَلَ أرْضَهُ صَاح بأعلى
صوتِه : عليكِ السَّلامُ ورحمةُ
اللهِ وبركاتُه يا أُمتاه! تقول
وعليكَ
السَّلامُ ورحمةُ اللهِ وبركاتُه،
يقول: رحمكِ اللهُ؛ ربَّيْتِني
صغيرًا
فتقول:
يا بُنيّ! وأنتَ فجزاكَ
اللهُ خيرًا، ورضي عنك؛
كما بَرَرْتَني كبيرًا
Bahwasanya ia berkendara bersama Abu Huroiroh ke
kampung halamannya di ‘Aqiiq.
Ketika ia sampai di rumahnya ia berkata dengan
mengeraskan suaranya: “Alaikissalam warohmatullohi wabarokatuh wahai ibuku.”
Lalu ibunya berkata :” wa’alaikassalam
warohmatullohi wabarokatuh.”
Ia berkata (bersyukur kepada ibunya) :
“Rohimakillah (semoga Alloh merahmatimu wahai ibu), engkau telah merawatku
ketika aku masih kecil.”
Maka ibunya berkata : “Wahai anakku wa anta
fajazakallohu khoiron, semoga Alloh meridhoimu sebagaimana engkau berbuat baik
kepadaku saat engkau sudah besar.”
[HR. al-Bukhori dalam al-Adabul Mufrod no. 15,
syaikh al-Albani rohimahulloh berkata: “sanadnya hasan” dalam shohih al-Adabul
Mufrod no. 11]
Dalam Thobaqot al-Hanabilah diriwayatkan:
أنبأنا
المبارك عن أبي إسحاق
البرمكي حدثنا محمد بن
إسماعيل الوراق حدثنا علي
بن محمد قال: حدثني
أحمد بن محمد بن
مهران حدثنا أحمد بن
عصمة النيسابوري حدثنا سلمة بن
شبيب قال: عزمت على
النقلة إلى مكة فبعت
داري فلما فرغتها وسلمتها
وقفت على بابها فقلت:
يا أهل الدار جاورناكم
فأحسنتم جوارنا جزاكم الله
خيراً وقد بعنا الدار
ونحن على النقلة إلى
مكة وعليكم السلام ورحمة
الله وبركاته قال: فأجابني
من الدار مجيب فقال:
وأنتم فجزاكم الله خيرا
ما رأينا منكم إلا
خيرا ونحن على النقلة
أيضاً فإن الذي اشترى
منكم الدار رافضي يشتم
أبا بكر وعمر والصحابة
رضي الله عنهم.
Dari Salamah bin Syabib, ia berkata : aku ingin
pindah ke Mekkah, lalu akupun menjual rumahku. Ketika urusannya selesai aku
pamit kepada tetanggaku dan mengucapkan salam sambil berdiri di depan pintu
rumahnya, aku berkata: “Wahai tetanggaku, kami telah hidup bertetangga dengan
kalian dan kalianpun telah berbuat baik dalam bertetangga dengan kami,
jazakumulloh khoiron, aku telah menjual rumah kami dan kami akan pindah ke
Mekkah, wa’alaikumussalam warohmatulloh wa barokatuh.”
Lalu seseorang dari rumah itu menjawab: “wa antum
fajazakumulloh khoiron, tidaklah kami melihat pada kalian melainkan kebaikan,
tapi kami mau pindah juga karena ternyata yang membeli rumah kalian adalah
seorang Rofidhoh (syi’ah) yang mencela Abu Bakr, Umar dan pada shahabat
rodhiyallohu anhum.” [Thobaqot al-Hanabilah 1/65, Maktabah Syamilah]
Salamah bin Syabib (W. 246 H) adalah seorang ulama
salaf perowi hadits yang sezaman dengan imam Ahmad bin Hambal, adz-Dzahabi
berkata tentang Salamah bin Syabib: “al-Hafidz, Hujjah”.
DAN AMAL SHOLEH PUN MENGUCAPKANNYA
Hal ini terjadi di alam kubur, sebagaimana dalam
sebuah hadits yang panjang yang diriwayatkan al-Barro’ bin Azib rodhiyallohu
anhu, bahwa setelah seorang hamba yang beriman diuji (dengan pertanyaan dalam
kubur, pent) dan ditetapkan dalam menjawab ujian:
يَأْتِيهِ
آتٍ حَسَنُ الْوَجْهِ طَيِّبُ
الرِّيحِ حَسَنُ الثِّيَابِ، فَيَقُولُ:
أَبْشِرْ بِكَرَامَةٍ مِنَ اللهِ وَنَعِيمٍ
مُقِيمٍ؛
فَيَقُولُ:
وَأَنْتَ؛ فَبَشَّرَكَ اللهُ بِخَيْرٍ، مَنْ
أَنْتَ؟
فَيَقُولُ:
”أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ، كُنْتَ –وَاللهِ!- سَرِيعًا
فِي طَاعَةِ اللهِ، بَطِيئًا
عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ؛ فَجَزَاكَ اللهُ
خَيْرًا.
:ثُمَّ
يُفْتَحُ لَهُ بَابٌ مِنَ
الْجَنَّةِ وَبَابٌ مِنَ النَّارِ
فَيُقَالُ
…هَذَا
كَانَ مَنْزِلَكَ لَوْ عَصَيْتَ اللهَ،
أَبْدَلَكَ اللهُ بِهِ هَذَا
Datanglah seseorang dengan wajah yang baik, berbau
wangi dan memakai baju yang bagus, lalu orang tersebut berkata: “Bergembiralah
dengan kemuliaan dari Alloh dan kenikmatan yang abadi”, maka hamba yang beriman
tersebut bertanya: “Wa anta fa basyarokallohu bi khoirin (dan semoga Alloh juga
memberimu kabar gembira berupa kebaikan), siapakah anda?” lalu orang itu
menjawab : “aku adalah amal sholehmu, engkau dahulu –demi Alloh- sangat cepat
dalam ta’at kepada Alloh sangat lambat (menjauhi) dalam maksiat kepada Alloh,
fa jazakallohu khoiron”.
Kemudian dibukakan untuknya sebuah pintu surga dan
sebuah pintu neraka, lalu dikatakan: “Ini (neraka) adalah tempatmu seandainya
engkau bermaksiat kepada Alloh, dan Alloh telah menggantikan untukmu dengan
yang ini (surga)…”
[HR. Ahmad no. 17872, Abdurrozzaq dalam
Mushonnaf-nya no. 6736,dll. Dishohihkan syaikh al-Albani dalam Ahkamul Jana’iz
hal.158]
Maka beruntunglah seorang hamba yang diberi taufik
dalam kehidupan dunianya terhadap ucapan yang baik ini, baik ia mengucapkannya
maupun ia menerimanya. Dan di akhiratnya ia mendapat kabar gembira dengan
ucapan ini oleh amal sholehnya. Seandainya bukan karena keutamaan dan rahmat
Alloh maka ia tidak mampu beramal sholeh.
Subhanalloh…
Alloh Yang Maha Memberi Nikmat, memberikan nikmat
berupa taufik kepada hamba-Nya untuk beramal sholeh, kemudian memberi nikmat
lagi berupa menjadikan amal sholehnya memuji hamba tersebut…
Subhanalloh…
hadits yang mulia ini juga mengingatkan kita untuk
cepat dalam ta’at kepada Alloh dan menjauhi maksiat…
Semoga Alloh ta’ala memberikan taufik kepada kita
untuk mampu mengamalkan sifat yang mulia ini…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!