Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Rabu, 27 Maret 2013

Sunnah Berjalan Tanpa Alas Kaki

Subhanallahu (Mahasuci Allah)! Pada setiap penemuan ilmiah, pasti kita akan mendapatkan bahwa sinyal-sinyal Qur’ani atau Nabawi telah menunjukkannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mewasiatkan kepada para Shahabat beliau radhiyallahu ‘anhum agar mempraktekkan jalan kaki seperti ini (tanpa alas kaki). Dan telah diriwayatkan dari Fadhalah bin ‘Ubaid bahwasanya dia berkata:

(كان النبي صلى الله عليه وسلم يأمرنا أن نحتفي أحياناً) (رواه أحمد)

"Dahulu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kami agar berjalan tanpa alas kaki kadang-kadang." [Musnad Imam Ahmad dengan sanad yang shahih menurut Syaikh al-Albani dan Syau’aib al-Arna’uth rahimahumallah]

Dan hadits yang semakna dengan hadits ini banyak. Wallahu A’lam

Pada penelitian ilmiah modern, terlihat jelas bahwa sebagian besar dari mereka yang menderita sakit pada kedua kaki mereka, adalah disebabkan karena mereka selalu memakai sepatu. Oleh karena pengobatan yang ideal adalah berjalan tanpa menggunakan alas kaki, selama seperempat jam setiap hari. Para peneliti mengatakan bahwa berjalan dengan cara seperti ini di atas rumput atau kayu atau tanah, merangsang pembuluh darah, dan menjaga bentuk alami kaki serta menguatkan otot-otot betis dan menenangkan sistem saraf.

Namun, tahukah Anda manfaat dari berjalan tanpa alas kaki? Berikut berbagai manfaat dari jalan tanpa alas kaki:

1. Melancarkan Aliran Darah

Selasa, 26 Maret 2013

Kisah Seorang Yahudi Dirumah Rasulullah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun telah mengijinkan seorang yahudi hadir dan tinggal di rumah beliau tanpa mengusirnya, padahal ia seorang yahudi yang berbeda agama dengan Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, tetapi beliau mengizinkan yahudi itu tinggal di rumah beliau, beliau tidak melarangnya atau dengan mengatakan : ”engkau yahudi tidak boleh tinggal di rumahku, kotor dan najis !!”, tidak demikian akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Orang yahudi itu tinggal bersama Rasulullah dan tidur disana, makan sepiring dengan Rasul, membawakan air minum Rasul, seakan telah menjadi bagian di keluarga Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak dipaksa untuk mengikuti agama Islam, sampai suatu saat ia sakit dan Rasul menjenguknya, Rasul tidak berkata : ” syukur yahudi itu sakit dan tidak tinggal di rumahku lagi ”, rasul tidak demikian tetapi beliau berkata : ” mana orang yahudi yang tinggal di rumahku, mengapa dia pergi, apa kesalahanku ? !”.

Maka setelah rasul sampai di rumah orang yahudi itu, ternyata ia sudah dekat dengan sakaratul maut, maka Rasul berkata : ”wahai pemuda, maukah kau ucapakan ”Laa ilaaha illallah Muhammad Rasulullah”, maka pemuda itu pun ragu untuk mengucapkannya ia menoleh ke ayahnya yang juga beragama yahudi, maka ayahnya berkata : ”betul, taati Aba Al Qasim dan ikuti ucapan itu”, dan pemuda itupun mengucapkan ”Laa Ilaaha Illallah Muhammad Rasulullah” kemudian ia pun wafat, maka berubahlah wajah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam bagaikan belahan bulan purnama dari terang dan bercahaya karena gembira melihat orang yahudi yang tinggal di rumahnya itu wafat dalam keadaan Islam, demikian indahnya kerukunan umat beragama yang ditunjukkan Rasulullah saw.

Kisah Abu Lahab Dalam Tafsir Surat Al-Lahab (Al-Masad)

Abu Lahab adalah putranya Abdul Muththalib namanya Abdul ‘Uzza. Dinamakan Abu Lahab karena ia kelak akan masuk ke dalam neraka yang memiliki lahab (api yang bergejolak).Atas dasar inilah Allah subhanahu wa ta’ala menyebutnya dalam kitab-Nya Al-Qur'an dengan kun-yahnya (yaitu nama/julukan yang diawali dengan Abu atau Ibnu, atau Ummu bagi perempuan), dan bukan dengan namanya.

Setiap insan tentu berharap dan mendambakan kehidupan yang bahagia di dunia dan lebih-lebih di akhirat kelak. Hal ini tidaklah bisa dicapai kecuali dengan menerima segala apa yang datang dari Allah subhanahu wa ta’ala dan mengikuti petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman (artinya):

“Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. ” (Al Ahzab: 71)

Dan demikian pula sebaliknya, segala bentuk kehinaan dan malapetaka bersumber dari sikap antipati dan berpaling dari peringatan Allah subhanahu wa ta’ala dan peringatan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Adalah sunnatullah, tidak ada seorangpun yang menolak dan mendustakan ajaran yang dibawa oleh para nabi, kecuali ia akan hina dan binasa.

Allah subhanahu wa ta’ala dengan tegas menyebutkan dalam firman-Nya (artinya):

“Sesungguhnya telah diwahyukan kepada kami bahwa siksa itu (ditimpakan) atas orang-orang yang mendustakan dan berpaling. ” (Thaha: 48)

Lihatlah kisah umat-umat terdahulu seperti kaum ‘Ad, Tsamud, Qarun, Fir’aun dan Haman, Allah subhanahu wa ta’ala telah membinasakan mereka disaat mereka mendustakan dan berpaling dari ajaran yang dibawa oleh nabi yang diutus kepada mereka. Demikian pula apa yang telah terjadi pada umat nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam, Allah subhanahu wa ta’ala telah menurunkan satu surat khusus yang berisi vonis kebinasaan bagi para pembangkang dan pengacau dakwah. Surat tersebut adalah Surat Al Masad atau dinamakan juga dengan surat Al Lahab. Surat ini terdiri atas 5 ayat dan termasuk golongan surat-surat Makkiyyah.

Senin, 25 Maret 2013

Wahyu Terakhir Kepada Rasulullah SAW

Diriwayatkan bahawa surah Al-Maaidah ayat 3 diturunkan pada sesudah waktu asar yaitu pada hari Jumaat di padang Arafah pada musim haji penghabisan [Wada']. Pada masa itu Rasulullah s.a.w. berada di Arafah di atas unta. Ketika ayat ini turun Rasulullah s.a.w. tidak begitu jelas penerimaannya untuk mengingati isi dan makna yang terkandung dalam ayat tersebut. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersandar pada unta beliau, dan unta beliau pun duduk perlahan-lahan. Setelah itu turun malaikat Jibril a.s. dan berkata:

"Wahai Muhammad, sesungguhnya pada hari ini telah disempurnakan urusan agamamu, maka terputuslah apa yang diperintahkan oleh Allah s.w.t. dan demikian juga apa yang terlarang olehnya. Oleh itu kamu kumpulkan para sahabatmu dan beritahu kepada mereka bahawa hari ini adalah hari terakhir aku bertemu dengan kamu."

Setelah Malaikat Jibril a.s. pergi maka Rasulullah s.a.w. pun berangkat ke Mekah dan terus pergi ke Madinah. Setelah Rasulullah s.a.w. mengumpulkan para sahabat beliau, maka Rasulullah s.a.w. pun menceritakan apa yang telah diberitahu oleh malaikat Jibril a.s.. Apabila para sahabat mendengar hal yang demikian maka mereka pun gembira sambil berkata: "Agama kita telah sempurna. Agama kila telah sempurna."

Apabila Abu Bakar r.a. mendengar keterangan Rasulullah s.a.w. itu, maka ia tidak dapat menahan kesedihannya maka ia pun kembali ke rumah lalu mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar r.a. menangis dari pagi hingga ke malam. Kisah tentang Abu Bakar r.a. menangis telah sampai kepada para sahabat yang lain, maka berkumpullah para sahabat di depan rumah Abu Bakar r.a. dan mereka berkata: "Wahai Abu Bakar, apakah yang telah membuat kamu menangis sehingga begini sekali keadaanmu? Seharusnya kamu merasa gembira sebab agama kita telah sempuma." Mendengarkan pertanyaan dari para sahabat maka Abu Bakar r.a. pun berkata, "Wahai para sahabatku, kamu semua tidak tahu tentang musibah yang menimpa kamu, tidakkah kamu tahu bahwa apabila sesuatu perkara itu telah sempurna maka akan kelihatanlah akan kekurangannya. Dengan turunnya ayat tersebut bahwa ia menunjukkan perpisahan kita dengan Rasulullah s.a.w.. Hasan dan Husin menjadi yatim dan para isteri nabi menjadi janda."