Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Senin, 20 Mei 2013

Cara Mensucikan Diri Setelah Zina

Suatu hari, Rasulullah sedang duduk di dalam masjid bersama para sahabat. Tiba-tiba datanglah seorang wanita yang kemudian masuk ke dalam masjid. Dengan ketakutan, wanita tersebut mengaku kepada Rasulullah bahwa dia telah berzina. Mendengar hal itu, memerahlah wajah Rasulullah SAW seperti hampir meneteskan darah. Kemudian beliau bersabda kepadanya, Pergilah, hingga engkau melahirkan anakmu.

Sembilan bulan berlalu, wanita itu akhirnya melahirkan. Dihari pertama nifasnya, dia datang kembali membawa anaknya, dan berkata kepada Rasulullah SAW: Wahai Rasulullah, sucikanlah aku dari dosa zina

Rasulullah melihat kepada anak wanita tersebut, dan bersabda: Pulanglah, susuilah dia, maka jika engkau telah menyapihnya, kembalilah kepadaku.

Dengan sedih, wanita itu akhirnya kembali lagi kerumahnya.

Tiga tahun lebih berlalu, namun si wanita tetap tidak berubah pikiran. Dia datang kembali kepada Rasulullah untuk bertaubat. Dia berkata: Wahai Rasulullah, aku telah menyapihnya, maka sucikanlah aku!

Rasulullah SAW bersabda kembali kepada semua yang hadir disana, Siapa yang mengurusi anak ini, maka dia adalah temanku di surga

Kamis, 16 Mei 2013

Ibu Sekuat Seribu Laki-Laki

Disebuah masjid di perkampungan Mesir, suatu sore. Seorang guru mengaji sedang mengajarkan murid-muridnya membaca Al-Qur'an. Mereka duduk melingkar & berkelompok. Tiba-tiba, masuk seorang anak kecil yg ingin bergabung dilingkaran mereka. Usianya kira-kira 9 tahun. Sebelum menempatkannya di satu kelompok, sang guru ingin tahu kemampuannya. Dengan senyumnya yg lembut, ia bertanya pada anak yg baru masuk tadi, " adakah surat yg kamu hafal dalam Al-Qur'an?" "Ya," jawab anak itu singkat.

" Kalau begitu, coba hafalkan salah satu surat dari juz 'Amma?' pinta sang guru. Anak itu lalu menghafalkan beberapa surat, fasih & benar. Merasa anak tersebut punya kelebihan, guru itu bertanya lagi, "Apakah kamu hafal surat Tabaraka?" (Al-Mulk) "Ya", jawabnya lagi, & segera membacanya. Baik & lancar. Guru itu pun kagum dengan kemampuan hapalan si anak, meski usianya terlihat lebih belia ketimbang murid-muridnya yang ada.

Dia pun coba bertanya lebih jauh, "kamu hapal surat An-Nahl?" Ternyata anak itu pun menghapalnya dengan sangat lancar, sehinggal kekagumannya semakin bertambah. Lalu ia pun coba mengujinya dgn surat-surat yg lebih panjang. "Apakah kamu hapal surat Al-Baqarah?" anak itu kembali mengiyakan dan langsung membacanya tanpa sedikitpun kesalahan. dan rasa ingin menutup penasaran itu dgn pertanyaan terakhir, "Anakku, apakah kamu hapal Al-Qur'an ?" "Ya," tutur polosnya. Mendengar jawaban itu, seketika ia mengucapkan, "Subhanallah wa masyaallah, tabarakkallah"

Dosa Besar

1) Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w., bersabda: "Jauhilah tujuh macam hal yang merusakkan." Para sahabat bertanya: "Ya Rasulullah.apakah tujuh macam hal itu?"

Beliau s.a.w bersabda:

"Yaitu menyekutukan sesuatu dengan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah, melainkan dengan hak - yakni berdasarkan kebenaran menurut syariat Agama Islam - makan harta riba, makan harta anak yatim, mundur pada hari berkecamuknya peperangan serta mendakwa kaum wanita yang muhshan - pernah bersuami-lagi mu'min dan pula lalai - dengan dakwaan melakukan zina. (Muttafaq 'alaih)

2. Dari Abul Asqa' yaitu Watsilah bin al-Asqa' r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: "Sesungguhnya termasuk sebesar-besar kedustaan ialah apabila seseorang itu mengaku-aku pada orang yang selain ayahnya - yakni bukan keturunan si Fulan, tetapi ia mengatakan keturunannya, atau orang yang mengatakan ia bermimpi melihat sesuatu yang sebenar- nya tidak memimpikannya atau ia mengucapkan atas Rasulullah s.a.w. sesuatu yang tidak disabdakan olehnya - yakni bukan sabda Nabi s.a.w. dikatakan sabdanya." (Riwayat Bukhari)

3.Dari Sa'ad bin Abu Waqqash r.a. bahawasanya Nabi s.a.w. bersabda: "Barangsiapa yang mengaku - sebagai nasab atau keturunan - kepada orang yang bukan ayahnya, sedang ia mengetahui bahawa orang itu memang bukan ayahnya, maka syurga adalah haram atasnya." (Muttafaq 'alaih)

4.Dari Abu Zar r.a. bahwasanya ia mendengar Rasulullah s.a.w. bersabda: "Tiada seorang pun yang mengaku bernasab atau berketurunan kepada seseorang yang selain ayahnya, sedangkan ia mengetahui akan hal itu, melainkan kafirlah ia Dan barangsiapa yang mengaku sesuatu yang bukan miliknya, maka ia tidaklah termasuk golongan kita - kaum Muslimin - dan hendaklah ia menduduki tempat dari neraka. Juga barangsiapa yang mengundang seseorang dengan sebutan kekafiran atau ia berkata bahawa orang itu musuh Allah, sedangkan orang yang dikatakan tadi sebenarnya tidak demikian, melainkan kembalilah - kekafiran atau sebutan musuh Allah - itu kepada dirinya sendiri." (Muttafaq'alaih)

Rabu, 15 Mei 2013

Mas Kawin, Bolehkah Digunakan Oleh Sang Suami?

Ada pertanyaan yang saya anggap menarik pada rubrik yang diasuh oleh KH Achmad Daroini pada Rakyat Bengkulu tanggal 12 September 2008. Pertanyaannya adalah sebagai berikut: “Saya ingin bertanya, apakah boleh mas kawin yang berupa mukena tidak digunakan lagi untuk sholat. Berhubung mukena tersebut sudah usang jadi untuk sholat saya menggunakan mukena yang lain. Dan boleh tidak kalau mukena yang usang tersebut saya sedekahkan kepada orang yang membutuhkan (fakir miskin misalnya) dan bagaimanakan pertanggungjawaban saya terhadap mas kawin tersebut.

Pertanyaan tersebut mengingatkan kepada saya bahwa ada sementara pendapat yang beredar di masyarakat Bengkulu bahwa mas kawin itu harus digunakan oleh sang isteri sampai  habis. Oleh sebab itu, beberapa tokoh menyarankan untuk memberikan mas kawin berupa barang yang cepat habis jika dipakai oleh sang isteri. Selain itu, mereka berpendapat bahwa mas kawin itu tidak boleh dipakai oleh sang suami. Oleh sebab itu, mereka menganjurkan bahwa mas kawin jangan berupa Al Qur’an, sajadah atau yang lainnya yang memungkinkan san suami nanti ikut menggunakannya. Saya juga sempat membatin apa benar demikian? Sebab, selama ini saya tidak mendengar tentang hal itu. Saya juga ingat ketika saya menikan saya juga memberi mas kawin berupa Al Qur’an dan sebentuk cincin. Lah yang menjadi ganjalan setelah mendengar pendapat itu adalah karena saya juga membaca Al Qur’an  itu. Isteri saya juga tidak melarangnya.

Nah, jawaban dari KH Achmad Daroini membuat hati saya plong. Berikut jawaban beliau: “Jika mas kawin sudah diserahkan oleh suami kepada isterinya setelah akad nikah, maka barang itu mutlak menjadi hak milik isteri. Dipakai untuk sholat atau tidak dipakai karena keleihatannya sudah kurang menarik (usang) itu tidak menimbulkan risiko apa-apa bagi Anda. Disedekahkan kepada orang yang memerlukannya boleh saja. Yang tidak boleh adalah jika disia-siakan (mubazir).