Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Rabu, 05 Juni 2013

Sang Muadzin Bilal bin Rabah

Kalau kita mendengar  nama Bilal bin Rabah, kita pasti terbayang kisah keteguhan hati seorang Muslim sejati. Betapa tidak. Saat umat Islam masih berjumlah sekian orang serta kekejaman yang diterima kaum Muslim, seorang budak berkulit kelam bertekad bulat dan mengikrarkan diri beriman kepada Allah SWT.

Nama lengkapnya Bilal bin Rabah Al-Habasyi. Ia berasal dari negeri Habasyah, sekarang Ethiopia. Ia biasa dipanggil Abu Abdillah dan digelari Muadzdzin Ar-Rasul. Bilal lahir di daerah as-Sarah sekitar 43 tahun sebelum hijrah. Ia berpostur tinggi, kurus, warna kulitnya cokelat, pelipisnya tipis, dan rambutnya lebat.

Ibunya adalah hamba sahaya (budak) milik Umayyah bin Khalaf dari Bani Jumuh. Bilal menjadi budak mereka hingga akhirnya ia mendengar tentang Islam. Lalu, ia menemui Rasulullah SAW dan mengikrarkan diri masuk Islam. Ia merupakan kalangan sahabat Rasulullah yang berasal dari non-Arab.

Dalam Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah karya Syekh Muhammad Sa’id Mursi, dipaparkan bahwa Umayyah bin Khalaf pernah menyiksa dan membiarkannya di jemur di tengah gurun pasir selama beberapa hari. Di perutnya, diikat sebuah batu besar dan lehernya diikat dengan tali. Lalu, orang-orang kafir menyuruh anak-anak mereka untuk menyeretnya di antara perbukitan Makkah.

Saat berada dalam siksaan itu, tiada yang diminta Bilal kepada para penyiksanya, kecuali hanya memohon kepada Allah. Berkali-kali Umayyah bin Khalaf menyiksa dan memintanya agar meninggalkan agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Namun, Bilal tetap teguh pendirian.
Ia selalu mengucapkan, “Ahad-Ahad.” Ia menolak mengucapkan kata kufur (mengingkari Allah). Abu Bakar as-Sidiq lalu memerdekakannya. Umar bin Khattab berujar, “Abu Bakar adalah seorang pemimpin (sayyid) kami dan dia telah memerdekakan seorang pemimpin (sayyid) kami.”

Sabtu, 01 Juni 2013

Kenapa Orang Islam Tidak Perlu Syahadat

Setiap orang kafir -baik kafir asli maupun kafir murtad- yang ingin masuk Islam maka dia wajib untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Berdasarkan keumuman hadits Ibnu Umar, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda:

أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ عَصَمُوا مِنِّي دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلَّا بِحَقِّ الْإِسْلَامِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ

“Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi; tidak ada ilah kecuali Allah dan bahwa sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Jika mereka lakukan yang demikian maka mereka telah memelihara darah dan harta mereka dariku kecuali dengan haq Islam dan perhitungan mereka ada pada Allah.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Dan sudah dimaklumi bahwa sebelum dia mengerjakan shalat maka dia harus masuk Islam dulu, karena jika tidak maka walaupun dia shalat maka shalatnya tidak syah.

Adapun anak yang asalnya memang sudah muslim -karena sudah keturunan (orang tuanya muslim) misalnya, maka ketika dia baligh tidak perlu bagi dia untuk mengucapkan syahadatain. Hal itu karena fitrahnya adalah Islam dan fitrahnya itu tidak mengalami perubahan karena kedua orang tuanya muslim.

BAB IV : Konsep Perang Dalam Islam Dan Kristen

Perbandingan Jihad Dan Perang Suci

A. Perang Dalam Islam Dan Jihad

Menurut Prof. Dr. Azyumardi Azra, M.A, Jihad adalah salah satu konsep Islam yang sering dipahami oleh para ahli dan pengamat Barat sebagai penyerbuan yang dilakukan laskar Muslim ke wilayah timur tengah dan tempat lain memaksa orang-orang non muslim memeluk agama Islam. Azyumardi Azra, Islam Substantif; Agar Umat tidak Jadi Buih, Mizan, Bandung, 2000, hlm 96

Namun yang muncul sekarang adalah Jihad dalam arti Perang karena selama ini diartikan sebagai perang saja. Ada perang yang disebut agresi. Jadi, Jihad diartikan memerangi orang Kristen yang tidak hostile, memperlihatkan sikap permusuhan terhadap Islam. Itu tidak dibenarkan dalam agama Islam. Jihad dalam pengertian perang memang muncul dalam konteks-konteks tertentu. Misalnya; dalam kasus Ambon, karena pemberitaan, cerita dari mulut kemulut, internet dan sebagainya timbul kesan bagi kaum muslim, terutama diluar Ambon, bahwa orang Islam di Ambon terdesak bahkan sampai melakukan eksodus. Jadi, dalam konteks-konteks seperti itu, istilah Jihad akan selalu muncul.


Seperti yang telah dikemukakan  pada bab sebelumnya perang merupakan bagian dari Jihad. Dari sekian bentuk jihad  mulai dari Jihad harta, jihad pendidikan dan pengajaran, jihad politik, jihad pengetahuan maka termasuklah didalamnya Jihad dalam bentuk pertempuran.
Selain itu jihad juga dapat diaplikasikan kepada diri sendiri dalam hal ini Allah menilai kesungguhan Islam kita serta (iman kita kepada-Nya, Firman Allah:

Artinya: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan dibiarkan (begitu saja), sedang Allah belum mengetahui (dalam kenyataan) orang-orang yang berjihad diantara kamu dan tidak mengambil teman yang setia selain Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” Departemen Agama RI, Al-quran Dan Tejemahannya, CV. Diponegoro, Bandung, 1995, hlm 15

Rabu, 29 Mei 2013

Pelajaran Dari Sebuah Jam

Seorang pembuat jam berkata kepada jam yang sedang dibuatnya. “Hai jam, sanggupkah kamu berdetak 31.104.000 kali selama setahun?” “Ha?! Sebanyak itukah?!” kata jam terperanjat, “Aku tidak akan sanggup!”

“Ya sudah, bagaimana kalau 86.400 kali saja dalam sehari?”
“Delapan puluh enam ribu empat ratus kali?! Dengan jarum yang ramping seperti ini?! Tidak, sepertinya aku tidak sanggup,” jawab jam penuh keraguan.

“Baik, bagaimana jika 3.600 kali dalam satu jam?”
“Dalam satu jam berdetak 3.600 kali? Tampaknya masih terlalu banyak bagiku.” Jam bertambah ragu dengan kemampuannya.

Dengan penuh kesabaran, tukang jam itu kembali berkata, “Baiklah kalau begitu, sebagai penawaran terakhir, sanggupkah kamu berdetak satu kali setiap detik?”
“Jika berdetak satu kali setiap detik, aku pasti sanggup!” Kata jam dengan penuh antusias. Maka, setelah selesai dibuat, jam itu berdetak satu kali setiap detik.

Tanpa terasa, detik demi detik terus berlalu dan jam itu sungguh luar biasa karena ternyata selama satu tahun penuh dia telah berdetak tanpa henti. Dan itu berarti ia telah berdetak sebanyak 31.104.000 kali dalam setahun, yang juga setara dengan berdetak 86.400 kali dalam sehari, yang setara pula dengan berdetak 3.600 kali dalam satu jam.

Pesan Dari Kisah Tersebut:

Kita sering meragukan dan underestimated terhadap kemampuan diri sendiri untuk mencapai goal, pekerjaan, dan cita-cita yang tampak sangat besar. Kita lantas menggangapnya sebagai hal sangat berat yang tidak mungkin dapat kita angkat. Namun sebenarnya apabila hal yang dianggap besar tersebut kita perkecil dan perkecil lagi, lantas kemudian kita realisasikan hal-hal kecil tersebut secara konsisten serta kontinu, niscaya hal besar yang semula kita anggap tidak mungkin tercapai itu akan terealisasikan.
Intinya, hal besar akan tercapai dengan konsistensi dan kontinuitas, atau dengan istilah lain yang sering digunakan masyarakat: istiqamah! Tentu melekatkan konsistensi dan kontinuitas kepada diri sendiri itu bukan hal yang mudah, karena akan menimbulkan kelelahan yang sangat.