Hari itu, Abdullah
bin Ubay bin Salul --tokoh kaum munafik-- sedang istirahat, melepas penat dan
lelah. Tetapi istirahat Ibnu Salul harus terusik karena penjaga rumah tiba-tiba
mengetuk pintu. Ibnu Salul terpaksa bangun dan melihat penjaga bermuka
sedih di depannya.
Di tangan penjaga
itu ada segenggam uang.Uang itu ternyata hasil kerja pegawainya, tapi Ibnu
Salul gusar sebab uang itu jumlahnya tak seperti yang diharapkan.
“Sesungguhnya,
uang sebesar ini adalah hasil kerja setengah hari bukan hasil kerja sehari
penuh…” ujar Ibnu Salul berang.
Tak ingin dituduh
menggelapkan uang maka penjaga rumah itu lantas menukas, “Tahukah tuan, kenapa
penghasilan tuan sekarang ini menurun?”
“Ya, aku tahu!
Semua ini gara-gara Muhammad telah merampas mahkotaku. Ia menjadikan
orang-orang menjauh dari budak-budak wanitaku lantaran mereka terpengaruh
ajaran-ajaran yang diserukan oleh Muhammad.”
Bersamaan itu,
Ibnu Salul mendengarkan suara orang memanggil namanya. Ia kemudian menyuruh penjaga
rumahnya untuk melihat siapa yang datang dan penjaga rumah cepat-cepat keluar.
Sekeluar dari kamar, penjaga rumah mendapati beberapa orang dari Bani Tamim
yang berkunjung ke Madinah.
Penjaga rumah
sudah mengenal mereka, yang tidak lain adalah para pembesar dari Bani Tamim
yang biasa menginap beberapa hari di tempat Ibnu Salul untuk
bersenang-senang setiap kali mereka kembali dari berdagang atau
perjalanan dari Syam.
“Di manakah
tuanmu, Ibnu Salul?” tanya salah seorang dari mereka.
“Ada di dalam…”
jawab penjaga rumah
Tidak ada rasa
canggung, para pembesar Bani Tamim itu kemudian masuk. Ibnu Salul cepat-cepat
menyembunyikan uang di kamar, lantas segera keluar untuk menemui mereka. Ibnu
Salul menyambut dengan hormat dan mereka pun membalas.
“Manakah wanita
yang dulu pernah Anda kirimkan untuk kami?” tanya seorang lelaki di
antara para pembesar Bani Tamim itu.
“Wanita yang
mana, ya? Mereka itu banyak….,” jawab Ibnu Salul.
“Budak wanita Anda
yang paling cantik!”
“Apakah dia itu
Masikah?” tanya Ibnu Salul.
“Ya, dia! Tidak
salah lagi… ” jawab seorang laki-laki, dengan girang.
“Nanti akan kami
kirim dia untuk kalian semua bersama yang lainnya jika mereka mau…”
“Segeralah, wahai
Abul Hubab, segeralah… Nanti kami akan memberinya uang sebagai upah kepadanya.”
Tak sabar ingin
cepat mendapat upah, Ibnu Salul pun menyuruh penjaga rumah untuk memanggil
Masikah serta budak-budak wanita yang lain. Tetapi penjaga rumah menukas,
“Masikah tidak mau lagi melakukan hal itu, Tuan.”
“Bagaimana hal itu
bisa terjadi?” ujar Ibnu Salul gusar.
“Hal ini terjadi
sejak hari ini, Tuanku. Ia telah meluruskan pikirannya...”
Ibnu Salul pun
bangkit, pergi ke kamar Masikah dan mendorong pintu dengan kakinya. Tetapi
betapa terkejutnya Ibnu Salul, saat ia melongok ke kamar ternyata mendapati
Masikah, budak wanita yang ia miliki sedang menunaikan shalat.