Dalam bahasa
Arab bunga bank itu disebut dengan fawaid. Fawaid merupakan bentuk
plural dari kata ‘faedah’ artinya suatu manfaat. Seolah-olah bunga ini
diistilahkan dengan nama yang indah sehingga membuat kita tertipu jika melihat
dari sekedar nama. Bunga ini adalah bonus yang diberikan oleh pihak perbankan
pada simpanan dari nasabah, yang aslinya diambil dari keuntungan dari
utang-piutang yang dilakukan oleh pihak bank.
Apapun
namanya, bunga ataukah fawaid, tetap perlu dilihat hakekatnya.
Keuntungan apa saja yang diambil dari utang piutang, senyatanya itu adalah riba
walau dirubah namanya dengan nama yang indah. Inilah riba yang haram
berdasarkan Al Qur'an, hadits dan ijma' (kesepakatan) ulama. Para ulama telah
menukil adanya ijma' akan haramnnya keuntungan bersyarat yang diambil dari
utang piutang. Apa yang dilakukan pihak bank walaupun mereka namakan itu
pinjaman, namun senyatanya itu bukan pinjaman. Mufti Saudi Arabia di masa
silam, Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata,
“Secara
hakekat, walaupun (pihak bank) menamakan hal itu qord (utang piutang), namun
senyatanya bukan qord. Karena utang piutang dimaksudkan untuk tolong menolong
dan berbuat baik. Transaksinya murni non komersial. Bentuknya adalah
meminjamkan uang dan akan diganti beberapa waktu kemudian. Bunga bank itu
sendiri adalah keuntungan dari transaksi pinjam meminjam. Oleh karena itu yang
namanya bunga bank yang diambil dari pinjam-meminjam atau simpanan, itu adalah
riba karena didapat dari penambahan (dalam utang piutang). Maka keuntungan
dalam pinjaman dan simpanan boleh sama-sama disebut riba.”
Tulisan
singkat di atas diolah dari penjelasan Syaikh Sholih bin Ghonim As Sadlan
–salah seorang ulama senior di kota Riyadh- dalam kitab fikih praktis beliau
“Taysir Al Fiqh” hal. 398, terbitan Dar Blancia, cetakan pertama, 1424 H.