Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Jumat, 21 Maret 2014

Wasiat Abu Bakar Ash Shiddiq r.a Sebelum Kematiannya

Abul-Malih meriwayatkan, bahwa tatkala Abu Bakar Ash Shiddiq R.a hendak meninggal dunia, dia mengirim utusan kepada Umar bin Al-Khatab R.a untuk menyampaikan,

“Sesungguhnya aku menyampaikan wasiat kepadamu, dan engkau harus menerimanya dariku, bahwa Allah Azza wa Jalla mempunyai hak pada malam hari yang tidak diterima-Nya pada siang hari, dan Allah mempunyai hak pada siang hari yang tidak diterima-Nya pada malam hari.

Sesungguhnya Dia tidak menerima nafilah (sunat) sebelum yang wajib dilaksanakan. Orang-orang yang timbangannya berat di akhirat menjadi berat, karena mereka mengikuti kebenaran di dunia, sehingga timbangan mereka pun menjadi berat. Sudah selayaknya timbangan yang diatasnya diletakkan kebenaran menjadi berat.

Orang-orang yang timbangannya ringan di akhirat menjadi ringan, Karena mereka mengikuti kebatilan, sehingga timbangan mereka pun ringan pula di dunia. Sudah selayaknya timbangan yang di atasnya diletakkan kebatilan menjadi ringan, Apakah engkau tidak melihat bahwa Allah menurunkan ayat yang ada harapan di dalam ayat yang ada kepedihan, dan ayat yang ada kepedihan di dalam ayat yang ada harapan? Hal ini dimaksudkan agar manusia takut dan sekaligus berharap, tidak menyeret dirinya kepada kebinasaan dan tidak berharap kepada Allah secara tidak benar.

Jika engkau menjaga wasiatku ini, maka tidak ada sesuatu yang tidak tampak namun paling engkau sukai selain dari kematian, dan memang begitulah seharusnya. Jika engkau menyia-nyiakan wasiatku ini, maka tidak ada sesuatu yang tidak tampak namun paling engkau benci selain kematian, dan memang begitulah seharusnya yang engkau lakukan. Engkau tentu mampu melakukannya”.

Ada yang menuturkan, bahwa sebelum ajal menghampiri Abu Bakar Ash Shiddiq R.a, Aisyah R.ha puteri beliau menemuinya lalu melantunkan syair,

“Tiada artinya harta kekayaan bagi pemuda Jika sekarat menghampiri dan menyesakkan dada”.

Abu Bakar Ash Shiddiq R.a menyingkap kain yang menutupi kepalanya, lalu dia berkata, “Bukan begitu. Tetapi ucapkan firman Allah,”

“Dan, datanglah sekaratul-maut dengan sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya”. (QS. Qaf:19)

Lalu dia berkata lagi. “Periksalah dua lembar pakaianku ini, cucilah ia dan kafanilah jasadku dengan kain ini. Sesungguhnya orang yang masih hidup lebih memerlukan kain yang baru daripada orang yang sudah meninggal” (Ibnu Qudamah, Mukhtashor Minhajul Qoshidin, Pustaka Al-Kautsar, 1997, hal 499-500)

Ibnu Asakir mengeluarkan dari Salim bin Abdullah bin Umar, dia berkata, “Ketika Abu Bakar Ash Shiddiq R.a menghadapi ajalnya, maka dia menulis wasiat, yang isinya:

‘Bismillahir-rahmanir-rahim.

Rabu, 19 Maret 2014

Seberkas Sinar Awal Mula Kenabian Muhammad SAW

Al-Imam al-Bukhari dan Imam Muslim dalam Shahih mereka mencantumkan sebuah kisah agung yang sarat dengan pelajaran dan Ibrah, bersumber dari Ummul Mukminin Aisyah r.ha, dia bercerita bahwa:

“Awal mula diturunkannya wahyu kepada Rasulullah Saw adalah dengan diperlihatkannya kepada beliau Saw mimpi yang baik. Dan tidaklah beliau Saw bermimpi melainkan mimpi itu seperti terangnya waktu shubuh. Lalu timbul kesenangan untuk berKhalwah (menyepi), maka beliau pun menyendiri di Gua Hira’.

Beliau beribadah beberapa malam di sana sebelum kembali kepada keluarganya dan meminta bekal secukupnya, setelah itu beliau pun kembali kepada Khadijah r.ha dan berbekal kembali secukupnya sampai datang Al-Haq kepadanya ketika beliau berada di Gua Hira’.

Maka datanglah seorang malaikat seraya mengatakan, “Bacalah..!!”
Beliau Saw menjawab, “Saya tidak dapat membaca.”
Lalu dia (malaikat) menarikku dan mendekapku dengan erat hingga aku merasa kepayahan, lalu ia melepasku. Kembali ia mengatakan, “Bacalah..!!”
Beliau Saw menjawab, “Saya tidak dapat membaca.”
Lalu dia (malaikat) menarikku untuk kedua kalinya dan mendekapku dengan erat hingga aku merasa kepayahan lalu ia melepaskanku. Dia tetap memerintahkan, “Bacalah..!!”
Beliau Saw menjawab, “Saya tidak bisa membaca.”
Lalu dia (malaikat) menarikku untuk ketiga kalinya dan mendekapku dengan erat hingga aku merasa kepayahan, lalu melepaskanku kemudian mengatakan,
“Bacalah dengan (menyebut) Nama Robb-mu yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
Bacalah, dan Robb-mulah yang Maha pemurah.”
Kemudian beliau Saw pulang dalam keadaan hatinya gemetar ketakutan. Beliau Saw menemui Khadijah binti Huwailid r.ha seraya berkata, “Selimuti aku, selimuti aku.”
Maka beliau pun diselimuti hingga hilang dari diri beliau rasa takut tersebut. Beliau Saw pun bercerita kepada Khadijah r.ha tentang kejadian yang dialaminya, beliau Saw mengadukan: “Sungguh aku mengkhawatirkan diriku,”
Jawab khodijah r.ha menenangkan: “Demi Allah Swt, janganlah engkau merasa khawatir, Allah Swt tidaklah akan merendahkanmu selamanya, sesungguhnya engkau adalah seorang yang menyambung tali silaturahim, engkau telah memikul beban orang lain, engkau suka membantu seorang yang kesulitan, engkau menjamu para tamu, dan selalu membela kebenaran.”

Lalu ia mengajak Rasulullah Saw menemui Waroqoh bin Naufal bin Asad bin Abdil Uzza anak paman Khadijah, dan beliau adalah seorang Nasrani pada masa jahiliyyah. Waroqoh pandai menulis kitab dengan bahasa Ibrani, maka Ia pun menulis Injil dengan bahasa Ibrani sesuai dengan kehendak Allah Swt.

Waroqoh adalah seorang yang telah lanjut usia lagi buta, maka Khadijah r.ha berkata kepada beliau: “Wahai anak pamanku, dengarkanlah apa yang akan disampaikan oleh anak saudaramu (keponakan) ini,”
Lalu Ia mengatakan: “Wahai keponakanku, kejadian apa yang telah engkau lihat?
Lalu Rasulullah Saw menceritakan semua peristiwa yang beliau alami..
Mendengar penuturan itu lantas Waroqoh mengatakan: “Sesungguhnya dia adalah Namus yang dahulu juga telah mendatangi Musa. Aduhai seandainya di saat-saat itu aku masih muda, dan seandainya kelak aku masih hidup tatkala engkau diusir oleh kaummu.”
Lantas Rasulullah Saw mengatakan: “Apakah mereka akan mengusirku..?!!”
Ia menjawab, “Benar, tidaklah datang seorang pun yang membawa ajaran seperti apa yang engkau bawa melainkan ia akan diusir, dan seandainya aku menjumpai hari itu, aku akan menolongmu dengan sekuat tenaga.”
Tidak berselang lama Waroqoh pun meninggal dunia, dan wahyu tengah terputus.

Senin, 17 Maret 2014

Kisah Zubair bin Awwam r.a

Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdil Uzza bin Qushai bin Kilab. Ibunya bernama Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah Saw. Wanita ini telah menyatakan dirinya sebagai pemeluk agama Islam. Beliau termasuk salah seorang dari 7 orang yang pertama masuk Islam.

Zubair bin Awwam r.a memeluk agama Islam ketika dia masih berusia 8 tahun dan melakukan hijrah ketika berusia 18 tahun. Berperawakan tinggi dan berkulit putih. Namun ada juga yang mengatakan bahwa perawakan Zubair tidak termasuk sangat tinggi dan juga tidak tergolong pendek dan bukan termasuk orang yang berbadan gemuk. Ada yang mengatakan bahwa warna kulitnya sawo matang, memiliki banyak bulu badan, dan kedua pipinya tidak penuh terisi daging. Ketika pamannya Naufal bin Khuwailid mengetahui perihal Zubair telah masuk Islam, beliau sangat marah dan berusaha menyiksanya, pernah beliau dimasukkan dalam karung tikar, kemudian dibakar, dan dia berkata kepadanya, “lepaskan dirimu dari Tuhan Muhammad, maka saya akan melepaskan dirimu dari api ini.”
Namun Az-Zubair menolaknya dan berkata kepadanya, “Tidak, demi Allah saya tidak akan kembali kepada kekufuran selamanya.”

Suatu hari beliau mendengar isu yang mengabarkan bahwa Nabi Muhammad Saw telah meninggal, maka dia keluar menuju jalan-jalan di Mekkah sambil menghunuskan pedangnya, dan memecah barisan manusia, lalu pergi mencari kepastian dari isu ini dan berjanji jika isu itu benar dia akan membunuh orang yang telah membunuh Rasulullah saw, akhirnya beliau bertemu dengan Rasulullah Saw di utara Mekah, maka saat itu Rasulullah Saw berkata kepadanya, “ada apakah engkau gerangan ?”
Dia berkata, “Saya mendengar kabar bahwa engkau telah terbunuh,”
Nabi Muhammad Saw berkata kepadanya, “Lalu apa yang akan engkau lakukan?”
Dia berkata, “Saya akan membunuh orang yang telah membunuhmu.”
Setelah mendengar hal tersebut beliau pun bergembira dan mendo’akannya dengan kebaikan dan pedangnya dengan kemenangan. (Abu Nu’aim), beliau juga merupakan orang yang pertama menghunuskan pedangnya di jalan Allah Swt.

Zubair bin Awwam pernah ikut berhijrah ke Habsyah bersama orang-orang hijrah dari kaum muslimin, dan beliau tetap tinggal disana hingga Rasulullah Saw mengijinkannya untuk kembali ke Madinah. Beliau selalu mengikuti peperangan bersama Rasulullah Saw, setelah perang Uhud dan orang-orang Quraisy kembali ke Mekah, Rasulullah Saw mengirim 70 orang sahabat untuk mendampingi dirinya, termasuk di dalamnya Abu Bakar As Siddiq dan Zubair bin Awwam. (Al-Bukhari). Pada perang Yarmuk, Zubair bertarung dengan pasukan Romawi, namun pada saat tentara muslim bercerai berai, beliau berteriak : “Allahu Akbar” kemudian beliau menerobos ke tengah pasukan musuh sambil mengibaskan pedangnya ke kiri dan ke kanan, anaknya Urwah pernah berkata tentangnya, “Zubair memiliki tiga kali pukulan dengan pedangnya, saya pernah memasukkan jari saya didalamnya, dua diantaranya saat perang badar, dan satunya lagi saat perang Yarmuk.

Salah seorang sahabatnya pernah bercerita, “Saya pernah bersama Zubair bin Awwam dalam hidupnya dan saya melihat dalam tubuhnya ada sesuatu, saya berkata kepadanya, ”demi Allah saya tidak pernah melihat badan seorang pun seperti tubuhmu,”
Dia berkata kepada saya, “Demi Allah tidak ada luka dalam tubuh ini kecuali ikut berperang bersama Rasulullah Saw dan dijalan Allah Swt.”
Dan diceritakan tentangnya, ”Sesungguhnya tidak ada gubernur/pemimpin, penjaga dan keluar sesuatu apapun kecuali dalam mengikuti perang bersama Nabi Muhammad Saw, atau Abu Bakar As Siddiq r.a, Umar bin Khattab r.a, atau Utsman bin Affan r.a.”

Saat terjadi pengepungan atas Bani Quraidzah dan mereka tidak mau menyerah, Rasulullah saw mengutus beliau bersama Ali bin Abu Thalib r.a, lalu keduanya berdiri di depan benteng dan mengulangi kata-katanya, “Demi Allah kalian akan merasakan seperti yang telah dirasakan oleh Hamzah, atau kami akan menaklukkan benteng ini.”

Sabtu, 15 Maret 2014

Sa’ad bin Abi Waqqash r.a, Lelaki Penghuni Surga Di antara Dua Pilihan

Lelaki penghuni surga diantara dua pilihan, iman dan kasih sayang. Malam telah larut, ketika seorang pemuda bernama Sa’ad bin Abi Waqqash terbangun dari tidurnya. Baru saja ia bermimpi yang sangat mencemaskan. Ia merasa terbenam dalam kegelapan, kerongkongannya terasa sesak, nafasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran, keadaan sekelilingnya gelap-gulita. Dalam keadaan yang demikian dahsyat itu, tiba-tiba dia melihat seberkas cahaya dari langit yang terang-benderang. Maka dalam sekejap, berubahlah dunia yang gelap-gulita menjadi terang benderang dengan cahaya tadi. Cahaya itu menyinari seluruh rumah penjuru bumi. Bersamaan dengan sinar yang cemerlang itu, Sa’ad bin Abi Waqqash melihat tiga orang lelaki, yang setelah diamati tidak lain adalah Ali bin Abi Thalib r.a, Abu Bakar bin Abi Quhafah dan Zaid bin Haritsah.

Sejak ia bermimpi yang demikian itu, mata Sa’ad bin Abi Waqqash tidak mau terpejam lagi. Kini Sa’ad bin Abi Waqqash duduk merenung untuk memikirkan arti mimpi yang baginya sangat aneh. Sampai sinar matahari mulai meninggi, rahasia mimpi yang aneh tersebut masih belum terjawab. Hatinya kini bertanya-tanya, berita apakah gerangan yang hendak saya peroleh. Seperti biasa, di waktu pagi, Sa’ad dan ibunya selalu makan bersama-sama. Dalam menghadapi hidangan pagi ini, Sa’ad lebih banyak berdiam diri. Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya. Namun, mimpi semalam dirahasiakannya, tidak diceritakan kepada ibu yang sangat dicintai dan dihormatinya. Sedemikian dalam sayangnya Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cinta Sa’ad hanya untuk ibunya yang telah memelihara dirinya sejak kecil hingga dewasa dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan.

Pekerjaan Sa’ad adalah membuat tombak dan lembing yang diruncingkan untuk dijual kepada pemuda-pemuda Makkah yang senang berburu, meskipun ibunya terkadang melarangnya melakukan usaha ini. Ibu Sa’ad yang bernama Hamnah binti Suyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama nenek moyangnya, yaitu penyembah berhala.

Pada suatu hari tabir mimpi Sa’ad mulai terbuka, ketika Abu Bakar As Siddiq mendatangi Sa’ad di tempat pekerjaannya dengan membawa berita dari langit tentang diutusnya Muhammad Saw, sebagai Rasul Allah Swt. Ketika Sa’ad bertanya, siapakah orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad Saw, dijawab oleh Abu Bakar As Siddiq r.a, dirinya sendiri, Ali bin Abi Thalib r.a, dan Zaid bin Haritsah r.a.

Muhammad Saw, mengajak manusia menyembah Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi. Seruan ini telah mengetuk pintu hati Sa’ad untuk menemui Rasulullah Saw, untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Kalbu Sa’ad telah disinari cahaya iman, meskipun usianya waktu itu baru menginjak tujuh belas tahun. Sa’ad termasuk dalam deretan lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi Thalib r.a, Abu Bakar As Siddiq r.a, dan Zaid bin Haritsah r.a. Cahaya agama Allah Swt yang memancar ke dalam kalbu Sa’ad, sudah demikian kuat, meskipun ia mengalami ujian yang tidak ringan dalam memeluk agama Allah Swt ini.

Diantara ujian yang dirasa paling berat adalah, karena ibunya yang paling dikasihi dan disayanginya itu tidak rela ketika mengetahui Sa’ad memeluk Islam. Sejak memeluk Islam, Sa’ad telah melaksanakan shalat dengan sembunyi-sembunyi di kamarnya. Sampai pada suatu saat, ketika ia sedang bersujud kepada Allah Swt, secara tidak sengaja, ibu yang belum mendapat hidayah dari Allah Swt ini melihatnya. Dengan nada sedikit marah, Hamnah bertanya : “Sa’ad, apakah yang sedang kau lakukan ?” Rupanya Sa’ad sedang berdialog dengan Tuhannya; ia tampak tenang dan khusyu’ sekali. Setelah selesai menunaikan Shalat, ia berbalik menghadap ibunya seraya berkata lembut. “Ibuku sayang, anakmu tadi bersujud kepada Allah Yang Esa, Pencipta langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya.”