Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Senin, 21 April 2014

Mengangkat Tangan Ketika Berdoa

Mengangkat tangan ketika sedang berdoa adalah hal yang disyariatkan dalam Islam. Perbuatan ini merupakan salah satu adab dalam berdoa dan juga nilai tambah yang mendukung terkabulnya doa. Mari kita bahas secara rinci bagaimana hukum dan tata caranya.

Hukum Asal Mengangkat Tangan Ketika Berdoa

Tidak kami ketahui adanya perbedaan diantara para ulama bahwa pada asalnya mengangkat tangan ketika berdoa hukumnya sunnah dan merupakan adab dalam berdoa. Dalil-dalil mengenai hal ini banyak sekali hingga mencapai tingkatan mutawatir ma’nawi. Diantaranya hadist Abu Hurairah, bahwa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أَيُّهَا النَّاسُ، إِنَّ اللهَ طَيِّبٌ لَا يَقْبَلُ إِلَّا طَيِّبًا، وَإِنَّ اللهَ أَمَرَ الْمُؤْمِنِينَ بِمَا أَمَرَ بِهِ الْمُرْسَلِينَ، فَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الرُّسُلُ كُلُوا مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا، إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ} وَقَالَ: {يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُلُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ} ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟

Wahai manusia, sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima kecuali yang baik. Sesungguhnya apa yang Allah perintahkan kepada orang mukmin itu sama sebagaimana yang diperintahkan kepada para Rasul. Allah Ta’ala berfirman, ‘Wahai para Rasul, makanlah makanan yang baik dan kerjakanlah amalan shalih’ (QS. Al Mu’min: 51). Alla Ta’ala berfirman, ‘Wahai orang-orang yang beriman, makanlah makanan yang baik yang telah Kami berikan kepadamu’ (QS. Al Baqarah: 172). Lalu Nabi menyebutkan cerita seorang lelaki yang telah menempuh perjalanan panjang, hingga sehingga rambutnya kusut dan berdebu. Ia menengadahkan tangannya ke langit dan berkata: ‘Wahai Rabb-ku.. Wahai Rabb-ku..’ padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan ia diberi makan dari yang haram. Bagaimana mungkin doanya dikabulkan?” (HR. Muslim)

Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam juga bersabda:

إِنَّ اللَّهَ حَيِيٌّ كَرِيمٌ يَسْتَحْيِي إِذَا رَفَعَ الرَّجُلُ إِلَيْهِ يَدَيْهِ أَنْ يَرُدَّهُمَا صِفْرًا خَائِبَتَيْنِ

Sesungguhnya Allah itu sangat pemalu dan Maha Pemurah. Ia malu jika seorang lelaki mengangkat kedua tangannya untuk berdoa kepada-Nya, lalu Ia mengembalikannya dalam keadaan kosong dan hampa” (HR. Abu Daud 1488, At Tirmidzi 3556, di shahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jaami’ 2070)

As Shan’ani menjelaskan: “Hadits ini menunjukkan dianjurkannya mengangkat kedua tangan ketika berdoa. Hadits-hadits mengenai hal ini banyak” (Subulus Salam, 2/708)

Demikianlah hukum asalnya. Jika kita memiliki keinginan atau hajat lalu kita berdoa kepada Allah Ta’ala, kapan pun dimanapun, tanpa terikat dengan waktu, tempat atau ibadah tertentu, kita dianjurkan untuk mengangkat kedua tangan ketika berdoa.

Hukum Mengangkat Tangan Ketika Berdoa Dalam Suatu Ibadah

Banyak hadits-hadits yang menyebutkan praktek mengangkat tangan dalam berdoa dalam beberapa ritual ibadah, diantaranya:

1. Ketika berdoa istisqa dalam khutbah

Sahabat Anas bin Malik Radhiallahu’anhu berkata:

كان النبي صلى الله عليه وسلم لا يرفع يديه في شيء من دعائه إلا في الاستسقاء ، وإنه يرفع حتى يرى بياض إبطيه

Biasanya Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam tidak mengangkat kedua tangannya ketika berdoa, kecuali ketika istisqa. Beliau mengangkat kedua tangannya hingga terlihat ketiaknya yang putih” (HR. Bukhari no.1031, Muslim no.895)

Sabtu, 19 April 2014

Apakah Umar Menghukum Abu Hurairah Karena Merekayasa Hadist?

Pernahkan anda mendengar atau membaca artikel bahwa Umar menghukum dan menghajar Abu Hurairah perawi Sunni lantaran merekayasa hadist. Apakah hal ini benar adanya?

Bukhari, Muslim, Dzahabi, Imam Abu Ja’far Iskafi, Muttaqi Hindi dan yang lainnya menukil bahwa Khalifah Kedua Umar bin Khattab mencemeti Abu Hurairah karena menyandarkan beberapa riwayat yang tak berdasar kepada Rasulullah Saw dan melarang keras Abu Hurairah untuk tidak meriwayatkan hadist hingga akhir pemerintahannya.

Sebab-sebab kecurigaan Umar terhadap Abu Hurairah dapat ditelusuri melalui beberapa faktor berikut ini:

Pertama, pertemanannya dengan Ka’ab al-Ahbar Yahudi dan nukilan riwayat Abu Hurairah darinya.

Kedua, menukil sebagian riwayat tanpa dasar yang umumnya senada dengan hadist-hadist Israiliyyat bahkan tergolong hadist-hadist Israiliyyat.

Ketiga, menukil sebagian riwayat yang bertentangan dengan beberapa riwayat yang dinukil dari para sahabat.

Keempat, penentangan para sahabat seperti Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar terhadap Abu Hurairah.

Kita tidak banyak memiliki literatur dan referensi terkait dengan kehidupan Abu Hurairah sebelum Islam kecuali apa yang sendiri ia nukil. Dari biografi tersebut disebutkan bahwa Abu Hurairah semenjak kecil bermain dengan seekor kucing kecil. Abu Huraira adalah seorang anak yatim dan miskin sehingga untuk menghindar dari kelaparan ia bekerja pada masyarakat.

Dainawari dalam kitab “Al-Ma’ârif” menyebutkan bahwa Abu Hurairah berasal dari suku Dus di Yaman, hidup sebagai seorang yatim dan anak miskin yang berhijrah. Pada usia tiga puluh tahun, ia datang ke Madinah dan lantaran kemiskinannya ia memilih jalan ahli Suffah yang merupakan tempat kaum Muhajirin fakir berkumpul.[1]

Abu Hurairah sendiri secara tegas mengungkapkan alasannya memeluk Islam dan beriman kepada Rasulullah Saw adalah untuk mengenyangkan perutnya yang kosong dan untuk lari dari kemiskinan bukan untuk keperluan lainnya.[2]

Kamis, 17 April 2014

Bisakah Manuasia Melihat Langsung ZatNya Allah?

  Apakah pada waktu Nabi Adam dan Hawa di surga dulu, sebelum turun ke dunia, melihat zat Allah langsung?
  Begitu juga dengan malaikat,apakah percakapan antara malaikat dengan Allah pada waktu hendak menciptakan Nabi Adam itu berhadapan dan melihat langsung zat Allah.
  Bagaimana dengan membangkangnya iblis ketika diperintahkan untuk sujud. Apakah iblis juga melihat zat Allah langsung?
  Bagaimana dengan mi’raj Rosulullah. Apakah waktu tawar menawar jumlah roka’at sholat, juga melihat dan berbicara langsung dengan Allah.

Assalamu‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh, Alhamdulillah wash-shalatu wassalamu‘ala rosulillah, wa ba’du.

Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Sempurna, tidak bisa dilihat namun bisa melihat segala sesuatu. Kepastian tentang tidak mungkin dilihatnya Allah SWT oleh manusia bisa kita dapatkan di dalam banyak dalil, antara lain :
Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.

Jadi mengatakan bahwa Allah SWT itu bisa dilihat adalah hal yang menyalahi Al-Quran Al-Kariem sendiri. Selain ayat ini, ayat lain pun akan mengatakan kemustahilan seseorang bisa melihat zat Allah. Misalnya di dalam surat Al-Ikhlas, Allah menegaskan bahwa diri-Nya tidak bisa disetarakan dengan sesuatu. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia .

Di dalam Al-Quran juga diceritakan tentang keinginan manusia untuk melihat wujud asli Allah SWT. Namun sudah dipastikan bahwa selama di dunia ini, manusia tidak akan pernah mampu untuk melihat-Nya. Bahkan sampai tidak mau menyembah Allah kalau tidak melihat dulu. Sikap rendah seperti ini hanya datang dari bangsa yang kurang memiliki kecerdasan teologis, sehingga Allah SWT murka kepada mereka.

Dan ketika kamu berkata, Hai Musa, kami tidak akan beriman  kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan terang , karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya.
Bahkan meski dengan maksud baik-baik dari hamba-Nya seperti Nabi Musa as, Allah SWT pun tidak akan pernah dilihat dengan mata tak mengenakan busana. Hal demikian pernah terjadi dalam diri Nabi yang dijuluki kalamullah ini.

Dan tatkala Musa datang untuk pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah berfirman kepadanya, berkatalah Musa, Ya Tuhanku, nampakkanlah kepadaku  agar aku dapat melihat kepada Engkau. Tuhan berfirman, Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya niscaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata, Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman.
  
Jangankan manusia yang lemah, bahkan ketika Allah SWT menampakkan diri kepada gunung sekalipun, maka hancurlah gunung itu. Sebab zat Allah memang betul-betul mustahil dilihat oleh makhluqnya. Meski nabi Musa as. adalah orang yang termasuk paling sering menerima mukjizat dari-Nya. Tapi khusus untuk bisa melihat Allah, fasilitas itu tidak ada. Apalagi makhul lainnya yang nota bene lebih rendah derajatnya dari beliau.

Selasa, 15 April 2014

Kisah Nabi Yunus A.s

Beliau adalah Nabi yang mulia yang bemama Yunus bin Mata. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Janganlah kalian membanding-bandingkan aku atas Yunus bin Mata.”

Mereka menamakannya Yunus, Dzun Nun, dan Yunan. Beliau adalah seorang Nabi yang mulia yang diutus oleh Allah Swt kepada kaumnya. Beliau menasihati mereka dan membimbing mereka ke jalan kebenaran dan kebaikan; beliau mengingatkan mereka akan kedahsyatan hari kiamat dan menakut-nakuti mereka dengan neraka dan mengiming-imingi mereka dengan surga; beliau memerintahkan mereka dengan kebaikan dan mengajak mereka hanya menyembah kepada Allah Swt.

Nabi Yunus A.s senantiasa menasehati kaumnya namun tidak ada seorang pun yang beriman di antara mereka. Datanglah suatu hari kepada Nabi Yunus A.s dimana beliau merasakan keputus asaan dari kaumnya. Hatinya dipenuhi dengan perasaan marah pada mereka namun mereka tidak beriman. Kemudian beliau keluar dalam keadaan marah dan menetapkan untuk meninggalkan mereka. Allah Swt menceritakan hal itu dalam firman-Nya:

“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya) maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: ‘Bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang lalim.’” (QS. al-Anbiya’: 87)

Tidak ada seorang pun yang mengetahui gejolak perasaan dalam diri Nabi Yunus A.s selain Allah Swt. Nabi Yunus A.s tampak terpukul dan marah pada kaumnya. Dalam keadaan demikian, beliau meninggalkan kaumnya. Beliau pergi ke tepi laut dan menaiki perahu yang dapat memindahkannya ke tempat yang lain. Allah Swt belum mengeluarkan keputusan-Nya untuk meninggalkan kaumnya atau bersikap putus asa dari kaumnya. Yunus A.s mengira bahwa Allah Swt tidak mungkin menurunkan hukuman kepadanya karena ia meninggalkan kaumnya. Saat itu Nabi Yunus A.s seakan-akan lupa bahwa seorang nabi diperintah hanya untuk berdakwah di jalan Allah Swt. Namun keberhasilan atau tidak keberhasilan dakwah tidak menjadi tanggung jawabnya. Jadi, tugasnya hanya berdakwah di jalan Allah Swt dan menyerahkan sepenuhnya masalah keberhasilan atau ketidak berhasilannya terhadap Allah Swt semata.

Terdapat perahu yang berlabuh di pelabuhan kecil. Saat itu matahari tampak akan tenggelam. Ombak memukul tepi pantai dan memecahkan batu-batuan. Nabi Yunus A.s melihat ikan kecil sedang berusaha untuk melawan ombak namun ia tidak mengetahui apa yang dilakukan. Tiba-tiba datanglah ombak besar yang memukul ikan itu dan menyebabkan ikan itu berbenturan dengan batu. Melihat kejadian ini, Nabi Yunus A.s merasakan kesedihan. Nabi Yunus A.s berkata dalam dirinya: “Seandainya ikan itu bersama ikan yang besar barangkali ia akan selamat.”

Kemudian Nabi Yunus A.s mengingat-ingat kembali keadaannya dan bagaimana beliau meninggalkan kaumnya. Akhirnya, kemarahan dan kesedihan beliau bertambah.

Nabi Yunus A.s pun menaiki perahu dalam keadaan guncang jiwanya. Beliau tidak mengetahui bahwa beliau lari dari ketentuan Allah Swt menuju ketentuan Allah Swt yang lain; beliau tidak membawa makanan dan juga kantong yang berisi bawaan atau perbekalan, dan tidak ada seorang pun dari teman-temannya yang menemaninya; beliau benar-benar sendirian; beliau melangkahkan kakinya di atas permukaan perahu.