Apakah pada waktu Nabi Adam dan Hawa di surga
dulu, sebelum turun ke dunia, melihat zat Allah langsung?
Begitu juga dengan malaikat,apakah percakapan
antara malaikat dengan Allah pada waktu hendak menciptakan Nabi Adam itu
berhadapan dan melihat langsung zat Allah.
Bagaimana dengan membangkangnya iblis ketika
diperintahkan untuk sujud. Apakah iblis juga melihat zat Allah langsung?
Bagaimana dengan mi’raj Rosulullah. Apakah
waktu tawar menawar jumlah roka’at sholat, juga melihat dan berbicara langsung
dengan Allah.
Assalamu‘alaikum
warahmatullahi wa barakatuh, Alhamdulillah wash-shalatu wassalamu‘ala
rosulillah, wa ba’du.
Allah
SWT adalah Tuhan Yang Maha Sempurna, tidak bisa dilihat namun bisa melihat
segala sesuatu. Kepastian tentang tidak mungkin dilihatnya Allah SWT oleh
manusia bisa kita dapatkan di dalam banyak dalil, antara lain :
Dia
tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang
kelihatan dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui.
Jadi
mengatakan bahwa Allah SWT itu bisa dilihat adalah hal yang menyalahi Al-Quran
Al-Kariem sendiri. Selain ayat ini, ayat lain pun akan mengatakan kemustahilan
seseorang bisa melihat zat Allah. Misalnya di dalam surat Al-Ikhlas, Allah
menegaskan bahwa diri-Nya tidak bisa disetarakan dengan sesuatu. Dan tidak ada
seorangpun yang setara dengan Dia .
Di
dalam Al-Quran juga diceritakan tentang keinginan manusia untuk melihat wujud
asli Allah SWT. Namun sudah dipastikan bahwa selama di dunia ini, manusia tidak
akan pernah mampu untuk melihat-Nya. Bahkan sampai tidak mau menyembah Allah
kalau tidak melihat dulu. Sikap rendah seperti ini hanya datang dari bangsa
yang kurang memiliki kecerdasan teologis, sehingga Allah SWT murka kepada
mereka.
Dan
ketika kamu berkata, Hai Musa, kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan
terang , karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya.
Bahkan
meski dengan maksud baik-baik dari hamba-Nya seperti Nabi Musa as, Allah SWT
pun tidak akan pernah dilihat dengan mata tak mengenakan busana. Hal demikian
pernah terjadi dalam diri Nabi yang dijuluki kalamullah ini.
Dan
tatkala Musa datang untuk pada waktu yang telah Kami tentukan dan Tuhan telah
berfirman kepadanya, berkatalah Musa, Ya Tuhanku, nampakkanlah kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau. Tuhan
berfirman, Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit
itu, maka jika ia tetap di tempatnya niscaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala
Tuhannya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur
luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata,
Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama
beriman.
Jangankan
manusia yang lemah, bahkan ketika Allah SWT menampakkan diri kepada gunung
sekalipun, maka hancurlah gunung itu. Sebab zat Allah memang betul-betul
mustahil dilihat oleh makhluqnya. Meski nabi Musa as. adalah orang yang
termasuk paling sering menerima mukjizat dari-Nya. Tapi khusus untuk bisa
melihat Allah, fasilitas itu tidak ada. Apalagi makhul lainnya yang nota bene
lebih rendah derajatnya dari beliau.
Tentu
hukum-hukum fisika yang berlaku di dalam surga itu sama sekali berbeda dengan
yang ada di dunia ini. Apapun yang ada di surga nanti memang semata-mata belum
pernah dilihat mata manusia, belum pernah didengar telinga manusia dan belum
pernah terlintas di benak seorang manusia.
Dan
salah satu bentuk kenikmatan paling tinggi di surga dan satu-satunya
kenikamatan yang tidak akan pernah didapat di dunia manapun adalah kemampuan
bisa menikmati wajah Allah.
Informasi
tersebut oleh jumhur ulama disebutkan berdasarkan dalil-dalil yang ada di dalam
Al-Quran sendiri. Paling tidak ada 3 ayat yang menjelaskan hal itu, yaitu :
لِلَّذِينَ
أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ وَلا يَرْهَقُ وُجُوهَهُمْ قَتَرٌ وَلا ذِلَّةٌ
أُولَئِكَ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Bagi
orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan tambahannya. Dan
muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak kehinaan. Mereka itulah
penghuni surga, mereka kekal di dalamnya.
Para
ulama dan mufassirin sepakat bahwa makna: (وَزِيَادَةٌ)
maksudnya
adalah melihat Allah dengan mata kepala.
إِنَّ
الأَبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ عَلَى الأَرَائِكِ يَنْظُرُونَ
Sesungguhnya
orang yang berbakti itu benar-benar berada dalam keni‘matan yang besar, mereka
di atas dipan-dipan sambil memandang.
وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ
Wajah-wajah
pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.
Ini
adalah bagian dari paham akidah Ahlussunnah wal jamaah yang telah disepakati
oleh jumhur ulama kebenarannya. Sedangkan melihat Allah di luar yang disebutkan
di atas, seperti Nabi Adam ketika di surga, atau malaikat ketika bercakap-cakap
dengan Allah, atau iblis yang membangkang bahkan Nabi Muhammad SAW ketika
mi’raj, apakah melihat Allah SWT atau tidak, kami belum lagi menemukan landasan
dalil yang syar’i yang kuat dan disepakati oleh jumhur ulama. Dan selama belum
ada keterangan yang kuat berdasarkan Al-Quran dan Sunnah, kita tidak boleh
mengambil kesimpulan yang menyalahi kesimpulan dalil yang sudah tegas
menyatakan kemustahilan Allah SWT bisa dilihat.
Semoga
Allah merahmati kami dengan ilmu-ilmu yang bermanfaat, jika uraian di atas
benar maka kebenaran itu datang dari Allah SWT,jika uraian di atas keliru
ataupun salah sungguh itu kebodohan dan kekurangan ilmu daripada kami, kami
mohon ampun kepada Allah SWT, Zat dimana jiwa kami ada ditangan-Nya.
Semoga
bermanfaat dan menambah pengetahuan dan Keimanan kita, Aamiin..
Wassalamu’alakum
warahmatullahi wa barakatuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!