Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Minggu, 01 Juni 2014

Keutamaan Berdzikir

Allah SWT berfirman:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu (dengan memberikan rahmat dan pengampunan). Dan bersyukurlah kepada-Ku, serta jangan ingkar (pada nikmat-Ku)” (QS. Al-Baqarah: 152)

“Hai orang-orang yang beriman ber-dzikirlah yang banyak kepada Allah (dengan menyebut nama-Nya)” (QS. Al-Ahzaab: 41)

“Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, maka Allah menyediakan untuk mereka pengampunan dan pahala yang agung” (QS. Al-Ahzaab: 35)

“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut (pada siksaan-Nya), tidak mengeraskan suara, di pagi dan sore hari. Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai” (QS. Al-A’raf: 205)

Rasulullah SAW bersabda:
“Perumpamaan orang yang menyebut (nama) Tuhannya dengan orang yang tidak menyebut (nama)-Nya, laksana orang hidup dengan orang yang mati ”. [HR. Bukhari dalam Fathul bari: 11/208]

Rasulullah SAW juga bersabda:
“Perumpamaan rumah yang digunakan untuk zikir kepada Allah dengan rumah yang tidak digunakan untuknya, laksana orang hidup dengan yang mati”. [HR. Muslim; 1/539]

Rasulullah SAW juga bersabda:
“Maukah kamu, aku tunjukkan perbuatanmu yang terbaik, paling suci disisi rajamu (Allah), dan paling mengangkat derajatmu; lebih baik bagimu dari infaq emas atau perak, dan lebih baik bagimu dari-pada bertemu dengan musuhmu, lantas kamu memenggal lehernya atau mereka memenggal lehermu?”. Para shahabat yang hadir berkata: “Mau wahai Rasulullah!”. Beliau bersabda: “Dzikir kepada Allah yang Maha Tinggi”. [Shahih Tirmidzi: 3/139, Ibnu Majah: 2/316]

Allah SWT Yang Maha Tinggi berfirman (Dalam hadits Qudsi):
“Aku terserah persangkaan hamba-Ku. Aku bersamanya (memberi rahmat dan membelanya) bila dia menyebut nama-Ku. Bila dia menyebut nama-Ku dalam dirinya, aku menyebut namanya pada diri-Ku. Bila dia menyebut nama-Ku dalam perkumpulan orang banyak, Aku menyebutnya dalam perkumpulan yang lebih banyak dari mereka. Bila dia mendekat kepada-Ku sejengkal (dengan melakukan amal shaleh atau berkata baik), maka Aku mendekat kepadanya sehasta. Bila dia mendekat kepada-Ku sehasta, maka
Aku mendekat kepadanya sedepa. Bila dia datang kepada-Ku dengan berjalan (biasa), maka Aku mendatanginya dengan berjalan cepat (lari)”. [HR. Bukhari: 8/171 dan Muslim: 4/2061, lafadz hadits ini dalam shahih Bukhari]

Dari Abdullah bin Busr dia berkata:
Sesungguhnya seorang laki-laki berkata: “Wahai Rasulullah! sesungguhnya syari’at Islam telah banyak aku terima, oleh karena itu, beritahulah aku sesuatu hal buat peganganku”. Beliau bersabda: “Tidak henti-hentinya
lidahmu basah karena dzikir kepada Allah (lidahmu selalu mengucapkannya) ”. [Shahih Tirmidzi: 3/139 dan shahih Ibnu Majah: 2/317]

Sabtu, 31 Mei 2014

Kedermawanan Khalifah‬ Abu Bakar r.a

Kisah ini kami angkat dari kedermawanan Khalifah Rasulullah SAW Pertama yakni Abu Bakar-r.a dalam mensedekahkan hartanya dijalan Allah SWT.

“hari ini saya akan mengalahkan Abu Bakar!! ” ujar Umar bin Khattab dengan yakin.

Saat itu pada masa Perang Tabuk, Rasulullah mendatangi para sahabat-sahabatnya dan menganjurkan para sahabat untuk bersedekah. Kali ini Umar bin Khattab betul-betul ingin mengalahkan Abu Bakar dalam hal bersedekah untuk jihad dan dia sangat yakin akan memenanginya karna jumlah harta yang dimiliki Umar bin Khattab saat itu sangat jauh lebih banyak dibandingkan jumlah harta Abu Bakar.

Dengan penuh semangat Umar lalu pulang ke rumahnya dan segera kembali dengan membawa setengah dari seluruh harta yang dimilikinya kemudian beliau meletakkannya kehadapan Nabi. Rasulullah sangat memahami keinginan Umar yang bersemangat luar biasa bersedekah dalam jihad.
Maka yang Rasulullah tanyakan adalah “berapa yang telah engkau tinggalkan untuk keluargamu ?”
Umar pun menjawab “telah kutinggalkan separuh dari seluruh hartaku, wahai Rasulullah”
Kemudian beberapa saat setelah itu datanglah Abu Bakar
Harta yang dibawa oleh Abu Bakar jauh lebih sedikit daripada harta yang dibawa oleh Umar
Kemudian beliau juga meletakkannya kehadapan Nabi
Rasulullah pun sangat memahami keinginan sahabatnya Abu Bakar yang ingin bersedekah dalam jihad
Maka yang Rasulullah tanyakan adalah “apa yang telah engkau tinggalkan untuk keluargamu, wahai Abu Bakar ?”
Abu Bakar menjawab “aku meninggalkan Allah dan Rasul-Nya untuk mereka”
Umar yang juga mendengar penuturan Abu Bakar berkata “demi Allah, aku tidak dapat mengunggulimu setelah hari ini, wahai Abu Bakar”

Dan ini adalah kali ketiga ia menyedekahkan semua hartanya setelah awal keislamannya dan saat hijrah bersama Nabi SAW.

Semoga kedermawanan Abu Bakar r.a menjadi teladan bagi kita dalam hal bersedekah, walaupun tidak sedermawan beliau, setidaknya kita dapat tanamkan prinsif bahwa harta itu dari Allah, Maha kuasa_Nya dapat mengambilnya dari kita dengan cara apapun dan kapanpun Allah kehendaki atau menambahkan yang lebih banyak bahkan berlipat-lipat dari jumlah yang kita sedekahkan dijalan Allah jika Allah menghendaki. Satu hal yang sangat penting, kedermawanan Abu Bakar dan Umar bin Khattab r.huma tentu karena meneladani Rasulullah SAW. Semoga Allah memuliakan Nabi Muhammad SAW dan meninggikan derajat Nabi Muhammad SAW sebagaimana yang Allah janjikan kepada beliau. Semoga Allah juga meridhoi keluarga Nabi SAW, Para Sahabatnya yang Mulia, kaum Muslimin pada umumnya termasuk kita, semoga digolongkan sebagai Umatnya Nabi Muhammad SAW. Aamiiin...

Kamis, 29 Mei 2014

Kisah Amru Bin Ash r.a

Amru bin Ash lahir setengah abad sebelum hijrah. Beliau salah seorang Arab yang cerdik dan jenius. Lantang dan fasih berbicara. Memiliki daya pikir yang luar biasa dan memiliki pandangan yang jauh. Ayahnya (Ash bin Wail) seorang tokoh dan penguasa Arab zaman Jahiliah. Amru bin Ash meninggalkan kenangan yang mengagumkan dan menarik perhatian dunia selama kurun waktu yang sangat panjang.

Pada saat sebagian kaum Muslimin hijrah ke Habasyah atas izin Nabi, bangsa Quraisy tidak mendapatkan orang yang pantas untuk merayu Najasyi, raja Habasyah ketika itu, untuk mengembalikan kaum muhajirin kecuali Amru bin Ash. Bangsa Quraisy memilihnya karena mengetahui kecerdikan dan eratnya hubungan antara mereka berdua. Tetapi setelah mendengarkan kata-kata Amru bin Ash dan kaum muhajirin Muslim, hati Najasyi malah menjadi yakin dan tenang, lalu memeluk Islam.

Memeluk Islam

Ketika hendak pulang dari Habasyah, Amru bin Ash diajak oleh Najasyi untuk memeluk Islam setelah disampaikan betapa besar karunia Allah yang diberikan kepada bangsa Arab dengan‎ diutusnya Nabi Muhammad kepada mereka. Nasihat yang disampaikan oleh raja yang besar seperti Najasyi itu ternyata masuk ke dalam hati Amru bin Ash. Dia pun mulai tertarik kepada Islam, akhirnya hatinya dibuka oleh Allah untuk menerima petunjuk pada tahun ke 8 H.

Amru bin Ash bertekad untuk menemui Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam di Madinah. Di tengah jalan dia bertemu dengan Khalid bin Walid dan Usman bin Thalhah, ternyata tujuan mereka adalah sama.

Setibanya mereka bertiga di hadapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, Khalid bin Walid dan Usman bin Thalhah langsung menyampaikan janji setia kepada Nabi, sedang Amru malah memegangi tangan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam hingga membuat beliau mengatakan, “Kenapa kamu ini wahai Amru?” Dia menjawab, “Saya akan menyampaikan janji setia asal Allah mengampuni dosa-dosaku yang telah lewat.” Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Islam dan Hijrah menghapus hal-hal yang telah lalu.” Dia pun menyampaikan sumpah suci.

Setelah Nabi tahu kecerdikan, kejeniusan dan keberaniannya, dia ditugasi untuk menjadi panglima dalam perang Zatus Salasil.

Perjuangannya Di Jalan Allah ‘Azza wa Jalla

Pada masa Abu Bakar Sidik, Amru bin Ash mempunyai peran besar dalam meredam pemberontakan kaum murtad. Sedang pada masa Umar bin Khatab Amru bin Assh berhasil menaklukan Palestina dan Mesir. Tidak perlu dijelaskan lagi tentunya betapa penting dua penaklukan itu. Penaklukan Palestina telah memberikan keamanan daerah pantai Syuria kepada kaum Muslimin. Penaklukan Mesir adalah pintu gerbang Islam menuju Afrika, negeri-negeri Arab Magribi dan Spanyol di kemudian hari.

Selasa, 27 Mei 2014

Secuil Kisah Keadilan Khalifah Umar bin Abdul Aziz

Kisah-kisah para pendahulu kita dari kalangan shohabat maupun thabi’in  memang penuh dengan hikmah-hikmah yang mengagumkan. Tiap kali selesai membaca satu kisah maka hati akan tergerak menuju kisah lain di lembar berikutnya. Kini, kami suguhkan satu kisah menarik yang dituliskan Dr. Abdurrahman Ra’fat Al-Basya dalam kitabnya Shuwar Min Hayati At-Thabi’in. Ath-Tabari telah mengisahkan kepada kita dari Thufail bin Mirdas:

Ketika Amirul Mukminin Umar bin Abdul Aziz diangkat menjadi Khilafah beliau menulis surat untuk Sulaiman bin Abi As-Sari, gubernur beliau di Shugdi yang isinya:

“Buatlah di negerimu pondok-pondok untuk menjamu kaum muslimin. Jika salah seorang di antara mereka lewat, maka jamulah ia sehari semalam, perbaguslah keadaannya dan rawatlah kendaraannya. Jika dia mengeluhkan kesusahan, maka perintahkan pegawaimu untuk menjamunya selama dua hari dan bantulah ia keluar dari kesusahannya. Jika ia tersesat jalan, tidak ada penolong baginya dan tidak ada kendaraannya yang bisa dia tunggangi, maka berikanlah kepadanya sesuatu yang menjadi kebutuhannya hingga ia bisa kembali ke negerinya.”

Maka sang gubernur segera mewujudkan perintah Amirul Mukminin. Dia membangun pondok-pondok sebagaimana yang diperintahkan Amirul Mukminin untuk disediakan bagi kaum muslimin. Lalu tersebarlah berita tersebut ke segala penjuru. Orang-orang dari belahan bumi Islam di barat dan timur ramai membicarakannya dan menyebut-nyebut keadilan Khalifah serta ketakwaannya.

Mendengar hal itu penduduk Samarkand tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut, hingga mereka mendatangi gubernur mereka Sulaiman bin As-Sari dan berkata,

“Sesungguhnya pendahulu anda yang bernama Qutaibah bin Muslim Al-Bahili (Panglima Mujahidin) telah merampas negeri kami tanpa memberikan peringatan (dakwah) terlebih dahulu, dia tidak sebagaimana yang kalian lakukan wahai kaum muslimin yakni memberikan peluang sebelum memerangi. Yang kami tahu, kalian menyeru musuh-musuh agar mau masuk Islam terlebih dahulu. Jika mereka menolak kalian menyuruh mereka untuk membayar jiyzah. Jika mereka menolaknya barulah kalian mengumumkan perang.

Sesungguhnya kami melihat keadilan Khilafah anda dan ketakwaannya sehingga kami berhasrat untuk mengadukan kepada kalian atas apa yang telah dilakukan salah seorang panglima perang kalian terhadap kami. Maka izinkanlah, wahai Amir, agar salah satu dari kami melaporkan hal itu kepada Khalifah anda dan untuk mengadukan kezaliman yang telah kami rasakan. Jika kami memang memiliki hak untuk itu, maka berikanlah untuk kami, namun jika tidak, kami akan pulang kembali ke asal kami.”