Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Senin, 31 Maret 2014

Sholat Sunnah Rowatib (Membangun Rumah di Surga)

Shalat sunnah rawatib adalah shalat sunnah yang mengiringi shalat lima waktu. Shalat sunnah rawatib yang dikerjakan sebelum shalat wajib disebut shalat sunnah qobliyah. Sedangkan sesudah shalat wajib disebut shalat sunnah ba’diyah.

Di antara tujuan disyari’atkannya shalat sunnah qobliyah adalah agar jiwa memiliki persiapan sebelum melaksanakan shalat wajib. Perlu dipersiapkan seperti ini karena sebelumnya jiwa telah disibukkan dengan berbagai urusan dunia. Agar jiwa tidak lalai dan siap, maka ada shalat sunnah qobliyah lebih dulu. 

Sedangkan shalat sunnah ba’diyah dilaksanakan untuk menutup beberapa kekurangan dalam shalat wajib yang baru dilakukan. Karena pasti ada kekurangan di sana-sini ketika melakukannya. 

Keutamaan Shalat Sunnah Rawatib 

Pertama: Shalat adalah sebaik-baik amalan 

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, 

وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ  

“Ketahuilah, sebaik-baik amalan bagi kalian adalah shalat.” [HR. Ibnu Majah]



Kedua: Akan meninggikan derajat di surga karena banyaknya shalat tathowwu’ (shalat sunnah) yang dilakukan 

Tsauban –bekas budak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam- pernah ditanyakan mengenai amalan yang dapat memasukkannya ke dalam surga atau amalan yang paling dicintai oleh Allah. Kemudian Tsauban mengatakan bahwa beliau pernah menanyakan hal tersebut pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau menjawab,

عَلَيْكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ لِلَّهِ فَإِنَّكَ لاَ تَسْجُدُ لِلَّهِ سَجْدَةً إِلاَّ رَفَعَكَ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً وَحَطَّ عَنْكَ بِهَا خَطِيئَةً  

“Hendaklah engkau memperbanyak sujud kepada Allah karena tidaklah engkau bersujud pada Allah dengan sekali sujud melainkan Allah akan meninggikan satu derajatmu dan menghapuskan satu kesalahanmu.” [HR. Muslim ]

Ini baru sekali sujud. Lantas bagaimanakah dengan banyak sujud atau banyak shalat yang dilakukan?! 

Ketiga: Menutup kekurangan dalam shalat wajib

Seseorang dalam shalat lima waktunya seringkali mendapatkan kekurangan di sana-sini sebagaimana diisyaratkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

إِنَّ الرَّجُلَ لَيَنْصَرِفُ وَمَا كُتِبَ لَهُ إِلاَّ عُشْرُ صَلاَتِهِ تُسْعُهَا ثُمُنُهَا سُبُعُهَا سُدُسُهَا خُمُسُهَا رُبُعُهَا ثُلُثُهَا نِصْفُهَا  

“Sesungguhnya seseorang ketika selesai dari shalatnya hanya tercatat baginya sepersepuluh, sepersembilan, seperdelapan, sepertujuh, seperenam, seperlima, seperempat, sepertiga, separuh dari shalatnya.”[HR. Abu Daud]  

Untuk menutup kekurangan ini, disyari’atkanlah shalat sunnah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمُ الصَّلاَةُ قَالَ يَقُولُ رَبُّنَا جَلَّ وَعَزَّ لِمَلاَئِكَتِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ انْظُرُوا فِى صَلاَةِ عَبْدِى أَتَمَّهَا أَمْ نَقَصَهَا فَإِنْ كَانَتْ تَامَّةً كُتِبَتْ لَهُ تَامَّةً وَإِنْ كَانَ انْتَقَصَ مِنْهَا شَيْئًا قَالَ انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِى مِنْ تَطَوُّعٍ فَإِنْ كَانَ لَهُ تَطَوُّعٌ قَالَ أَتِمُّوا لِعَبْدِى فَرِيضَتَهُ مِنْ تَطَوُّعِهِ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَاكُمْ  

“Sesungguhnya amalan yang pertama kali akan diperhitungkan dari manusia pada hari kiamat dari amalan-amalan mereka adalah shalat. Kemudian Allah Ta’ala mengatakan pada malaikatnya dan Dia lebih Mengetahui segala sesuatu, “Lihatlah kalian pada shalat hamba-Ku, apakah sempurna ataukah memiliki kekurangan? Jika shalatnya sempurna, maka akan dicatat baginya pahala yang sempurna. Namun, jika shalatnya terdapat beberapa kekurangan, maka lihatlah kalian apakah hamba-Ku memiliki amalan shalat sunnah? Jika ia memiliki shalat sunnah, maka sempurnakanlah pahala bagi hamba-Ku dikarenakan shalat sunnah yang ia lakukan. Kemudian amalan-amalan lainnya hampir sama seperti itu.”[HR. Abu Daud]  

Sabtu, 29 Maret 2014

Qunut Witir Saat Romadhon

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du

Salah satu diantara kebiasaan yang dilakukan di zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu ketika tarawih adalah qunut ketika witir setelah memasuki pertengahan Romadhon. Qunut ini dilakukan setelah berdiri dari rukuk (i’tidal).

Abdurrahman bin Abdul Qori menceritakan kebiasaan shalat jamaah tarawih di zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu,

Mereka qunut dengan membaca doa laknat untuk setiap orang kafir setelah memasuki paruh Romadhon. Doa yang mereka baca,

اللَّهُمَّ قَاتِلِ الْكَفَرَةَ الَّذِينَ يَصُدُّونَ عَنْ سَبِيلِكَ وَيُكَذِّبُونَ رُسُلَكَ، وَلَا يُؤْمِنُونَ بِوَعْدِكَ، وَخَالِفْ بَيْنَ كَلِمَتِهِمْ، وَأَلْقِ فِي قُلُوبِهِمُ الرُّعْبَ، وَأَلْقِ عَلَيْهِمْ رِجْزَكَ وَعَذَابَكَ، إِلَهَ الْحَقِّ

Ya Alllah, binasakanlah orang-orang kafir yang menghalangi manusia dari jalan-Mu, mereka mendustakan para rasul-Mu, dan tidak beriman dengan janji-Mu. Cerai-beraikan persatuan mereka dan timpakanlah rasa takut di hati mereka, serta timpakanlah siksaan dan azab-Mu pada mereka, wahai sesembahan yang haq.

Setelah membaca doa di atas, kemudian mereka bersalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berdoa untuk kebaikan kaum muslimin semampunya, kemudian memohon ampunan untuk kaum mukminin.

Selanjutnya, mereka membaca,

اللَّهُمَّ إِيَّاكَ نَعْبُدُ، وَلَكَ نُصَلِّي وَنَسْجُدُ، وَإِلَيْكَ نَسْعَى وَنَحْفِدُ، وَنَرْجُو رَحْمَتَكَ رَبَّنَا، وَنَخَافُ عَذَابَكَ الْجِدَّ، إِنَّ عَذَابَكَ لِمَنْ عَادَيْتَ مُلْحِقٌ

Ya Allah, kami menyembah hanya kepada-Mu, hanya kepada-Mu kami shalat dan sujud, hanya untuk-Mu kami berusaha dan beramal, dan kami memohon rahmat-Mu, wahai Rabb kami. Kami pun takut kepada azab-Mu yang pedih. Sesungguhnya azab-Mu ditimpakan kepada orang yang Engkau musuhi.

Selesai membaca doa di atas, mereka bertakbir dan turun sujud.

[HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shahih-nya no. 1100; dikatakan tahqiq-nya, “Sanadnya shahih.”]

Kebiasaan ini hampir tidak kita jumpai di masyarakat kita. Karena itu, cukup baik jika sesekali dilaksanakan, dalam rangka menghidupkan kembali kebiasaan yang dilaksanakan di zaman Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu.

Kamis, 27 Maret 2014

Uang Jajan Untuk Pengemis

Seorang ayah ingin mengajarkan kepada anaknya sejak dini yang baru duduk dikelas 3 SD untuk mengatur uang jajannya. Sang anak diberi uang Rp 30.000 perminggu (termasuk ongkos ojek). Biasanya uang tersebut diberikan sang ayah sehari sebelum anaknya masuk sekolah.

Pada minggu pagi mereka berdua hendak jalan-jalan ke kota untuk menikmati liburan. Sebelum berangkat, tak lupa sang ayah memberikan uang jajan mingguan anaknya dengan tiga lembar uang Rp 10.000. Dan uang tersebut disimpan rapi dalam saku celananya.
  
Ditengah keasikan sang ayah dan anaknya menikmati hari libur mereka, tiba-tiba keduanya dikejutkan dengan kedatangan seorang kakek pengemis yang telah tua renta sambil memelas.

Tak tega melihat sang kakek tua memelas, sang anak dengan sigap langsung mengeluarkan 3 lembar uang 10.000,- dari saku celana dan diberikan seluruhnya.

Kontan saja kakek pengemis ini terlihat sangat senang seraya mengucapkan rasa syukur dan terimakasih yang tak terkira kepada sang anak dan ayahnya ini.

Setelah si kakek tua berlalu, kemudian sang ayah bertanya;

“Sayang, kenapa kamu berikan semua uangmu untuk kakek itu? Bukankah satu lembar saja sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya hingga nanti malam?”

“Ayah.. kalau kakek tua itu ikhlas menerima yang sedikit maka aku ikhlas untuk memberikan yang lebih besar!” Jawab anaknya dengan wajah tersenyum..

“DEG!!!” Hati sang ayah langsung tersentak kaget mendengar jawaban tersebut.

“Nah, terus uang jajanmu untuk seminggu ke depan bagaimana?” Tanya sang ayah mencoba menguji.

“Kan aku masih punya ayah dan Ibu! Tidak seperti kakek tua itu yang mungkin hanya hidup sebatangkara di dunia ini.” Balas anaknya.

“Kenapa kamu begitu yakin kalo ayah dan Ibu akan mengganti uang jajanmu? Ayah nggak janji loh?” Kembali sang ayah mengujinya.

Selasa, 25 Maret 2014

Kisah Kesabaran Nabi Dzulkifli A.s

Dialah seorang nabi yang tidak dijelaskan secara gamblang tentang zaman kenabiannya dan di kaum apa beliau berdakwah. Semua cerita tentang Nabi Dzulkifli A.s hanya sebatas pendapat-pendapat, tidak berdasar dalil yang Qoth’i.

Allah Swt telah mencatat beliau A.s sebagai jajaran orang-orang yang sabar dan menjadi hamba pilihan.

Dan ingatlah Nabi Isma’il, Nabi Idris, dan Nabi Dzulkifli, semuanya termasuk orang-orang yang sabar. (QS. Al-Anbiya’ [21]:85)

Dan ingatlah Nabi Isma’il, Nabi Yasa’, dan Nabi Dzulkifli, semuanya termasuk orang-orang pilihan. (QS. Shad [38]: 48)

Dzulkifli adalah julukan untuk beliau. Nama beliau sebenarnya tidak diketahui secara pasti. Sebab musabbanya juga beragam .الْكِفْلِ   itu maknanya menjamin tanggungan. Telah terjadi silang pendapat tentang di masa apa Nabi Dzulkifli A.s hidup. Pendapat yang pertama menyatakan bahwa Nabi Dzulkifli A.s adalah anak Nabi Ayyub A.s yang mana nama lengkapnya adalah Bisyr bin Ayyub. Beliau berdakwah di daerah Syam. Pendapat ini mengatakan bahwa Nabi Dzulkifli A.s adalah seorang nabi bukan dari kalangan Bani Israiil.

Pendapat yang kedua menyebutkan bahwa Nabi Dzulkifli A.s adalah seorang nabi dari kalangan Bani Israiil. Beliau hidup di masa Nabi Yasa’ A.s, seorang nabi yang hidup setelah Nabi Ilyas A.s. Alasan mereka, karena ada riwayat yang disebutkan dengan jelas perihal nama Nabi Yasa’ A.s sebagaimana diriwayatkan Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim dari jalan Mujahid. Dan Ibnu Katsir menukilnya dalam kitab Qoshosh al-Anbiya’ 217 dan beliau tidak berkomentar tentang derajat kisah ini.

Mujahid berkata: Ketika Nabi Yasa’ A.s telah berusia tua, beliau ingin memberikan mandat kepada seseorang untuk mengurusi kaumnya saat dirinya masih hidup agar dia tahu bagaimana cara kerjanya. Maka Nabi Yasa’ A.s mengumumkan pada kaumnya, “Siapa yang bisa menerima tiga kewajiban dariku, yaitu berpuasa di siang hari, sholat tahajjud di malam hari, dan sekali-kali tidak akan marah, maka aku berikan mandat padanya.”

Maka majulah seorang laki-laki yang rendahan di antara mereka, sambil menjawab, “Saya.”
Nabi Yasa’ A.s bertanya, “Apakah engkau sanggup?”
Ia menjawab, “Ya.”
Maka sejak saat itulah Nabi Dzulkifli A.s diberikan mandat untuk menggantikan tugas nabi tersebut untuk memutuskan segala urusan pada kaumnya waktu itu. Beliau terbukti mampu menunaikan tugasnya dan sanggup melaksanakan tiga kewajiban yang dibebankan padanya.

Sejak saat itu, setan ingin menggodanya. Setan menjelma sebagai seorang yang tua renta lagi kelihatan miskin. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan Nabi Dzulkifli A.s karena terlalu sibuknya dalam kesehariannya beliau tidak ada waktu untuk tidur kecuali sesaat di waktu siang. Maka datanglah setan yang menjelma sebagai lelaki tua itu ketika Nabi Dzulkifli A.s hendak tidur siang. Tujuannya adalah agar Nabi Dzulkifli A.s menjadi marah karenanya.

Mula-mula lelaki tua itu mengetuk pintu rumah Nabi Dzulkifli A.s, padahal beliau sudah berbaring untuk istirahat. Begitu pintu diketuk, menyahutlah Nabi Dzulkifli A.s dari dalam, “Siapa ?!”
“Saya lelaki tua yang teraniaya,” jawab lelaki tua itu.
Setelah pintu terbuka, mengadulah lelaki tua itu pada Nabi Dzulkifli A.s. Dia berkata, “Saya seorang tua yang teraniaya. Telah terjadi pertikaian antara diriku dan kaumku, lalu mereka berbuat dzalim kepadaku dan mereka juga berbuat begini dan begitu.”
Lelaki itu terus bercerita dan menambah ceritanya hingga datanglah waktu sore. Hingga pada akhirnya, hilanglah kesempatan tidur siang Nabi Dzulkifli A.s. Beliau berkata, “Wahai tuan, hendaklah engkau datang di majelisku sore ini. Nanti akan aku selesaikan hakmu dari kaummu.”