Thabarani telah mengeluarkan dari Al-Harits
At-Taimi dia berkata: Adalah Hamzah bin Abdul Mutthalib r.a pada hari
pertempuran di Badar membuat tanda dengan bulu burung Na’amah (Bangau).
Sesudah selesai peperangan, maka seorang dari
kaum Musyrikin bertanya: “Siapa orang yang bertanda dengan bulu burung Na’amah
itu?”
Maka orang berkata: “Dialah Hamzah bin Abdul
Mutthalib.”
Sambut orang itu lagi: “Dialah orang yang
banyak memalukan kita di dalam peperangan itu.” (Majma’uz Zawa’id 6:81)
Bazzar mengeluarkan dari Abdul Rahman bin Auf
r.a dia berkata: “Bertanya Umaiyah bin Khalaf kepadanya: “Hai Abdullah! Siapa
orang yang memakai bulu burung Na’amah di dadanya pada perang Badar itu?”
jawabku: “Dia itu paman Muhammad, dialah
Hamzah bin Abdul Mutthalib r.a.”
Berkata lagi Umaiyah bin Khalaf: “Dialah
orang yang banyak mempermalukan kita dengan senjatanya sehingga dia dapat
membunuh ramai di antara kita.” (Majma’uz Zawa’id 6:81)
Hakim telah mengeluarkan dari Sabir bin
Abdullah r.a dia berkata: Rasulullah Saw mencari-cari Hamzah r.a pada hari Ubud
setelah selesai peperangan, dan setelah semua orang berkumpul di sisinya: “Di
mana Hamzah?”
Maka salah seorang di situ menjawab: “Tadi,
saya lihat dia berperang di bawah pohon di sana, dia terus menerus mengatakan:
Aku singa Allah, dan singa Rasul-Nya!
Ya Allah, ya Tuhanku!
Aku mencuci tanganku dari apa yang dibawa
oleh mereka itu, yakni Abu Sufyan bin Harb dan tentara Quraisy. Dan aku memohon
uzur kepadamu dari apa yang dibuat oleh mereka itu dan kekalahan mereka, yakni
tentara Islam yang melarikan diri!” Lalu Rasulullah Saw pun menuju ke tempat
itu, dan didapati Hamzah telah gugur. Ketika Beliau Saw melihat dahinya, Beliau
Saw menangis, dan bila melihat mayatnya dicincang-cincang, Beliau Saw menarik
nafas panjang. Kemudian Beliau Saw berkata: “Tidak ada kain kafan buatnya?!” Maka
segeralah seorang dari kaum Anshar membawakan kain kafan untuknya. Berkata
Jabir seterusnya, bahwa Rasulullah Saw telah berkata: “Hamzah adalah penghulu
semua orang syahid nanti di sisi Allah Swt pada hari kiamat.” (Hakim 3:199)
Cerita Wahsyi
r.a.
Ibnu Ishak telah mengeluarkan dari Ja’far bin
Amru bin Umaiyah Adh-Dhamri, dia berkata: “Aku keluar bersama Abdullah bin Adiy
bin Al-Khiyar pada zaman Mu’awiyah r.a. dan disebutkan ceritanya hingga kami
duduk bersama Wahsyi (pembunuh Hamzah r.a), maka kami berkata kepadanya: “Kami
datang ini untuk mendengar sendiri darimu, bagaimana engkau membunuh Hamzah r.a”
Wahsyi bercerita: “Aku akan memberitahu kamu
berdua, sebagaimana aku sudah memberitahu dahulu kepada Rasulullah Saw ketika
Beliau bertanya ceritanya dariku. Pada mulanya, aku ini adalah hamba kepada
Jubair bin Muth’im, dan pamannya yang bernama Thu’aimah bin Adiy telah mati
terbunuh di perang Badar. Ketika kaum Quraisy keluar untuk berperang di Uhud,
Jubair berkata kepadaku: “Jika engkau dapat membunuh Hamzah, paman Muhammad
untuk menuntut balas kematian pamanku di Badar, engkau akan aku merdekakan.”
Ketika tentara Quraisy keluar ke medan Uhud,
aku turut keluar bersama mereka. Aku seorang Habsyi yang memang mahir untuk
melempar pisau bengkok, dan sebagaimana biasanya orang Habsyi, jarang-jarang
tidak mengenai sasaran apabila melempar. Apabila kedua belah pihak bertempur di
medan Uhud itu, aku keluar mencari-cari Hamzah untuk kujadikan sasaranku,
sehingga aku melihatnya diantara orang yang bertarung, seolah-olahnya dia unta
yang mengamuk, terus memukul dengan pedangnya segala apa yang datang
menyerangnya, tiada seorang pun yang dapat melawannya. Aku pun bersiap untuk
menjadikannya sasaranku. Aku lalu bersembunyi di balik batu berdekatan dengan
pohon yang dia sedang bertarung, sehingga ketika dia datang berdekatan
denganku, mudahlahlah aku melemparkan pisau racunku itu.
Tatkala dia dalam keadaan begitu, tiba-tiba
datang menyerangnya Sibak bin Abdul Uzza. Ketika Hamzah melihat Sibak datang
kepadanya, dia berteriak: “Mari kesini, siapa yang hendak mencari maut!”
Dipukulnya dengan sekali pukulan kepalanya
terus berguling di tanah. Maka pada ketika itulah, aku terus mengacung-acungkan
pisau bengkokku itu, dan ketika aku rasa sudah tepat sasaranku, aku pun melemparnya
kepada Hamzah mengenai bawah perutnya terus menembus bawah selangkangnya. Dia
mencoba hendak menerkamku, tetapi dia sudah tidak berdaya lagi, aku lalu
meninggalkannya disitu hingga dia mati. Kemudian aku kembali lagi untuk
mengambil pisau bengkokku itu, dan aku membawanya ke perkemahan kami. Aku duduk
di situ menunggu, dan aku tidak punya hajat yang lain, selain dari hendak
membunuh Hamzah agar aku dapat dimerdekakan oleh tuanku.
Ketika kami kembali ke Makkah, seperti yang
dijanjikan oleh tuanku, aku dimerdekakan. Aku terus tinggal di Makkah. Dan
ketika kota Makkah ditaklukkan oleh Rasulullah saw aku pun melarikan diri ke
Tha’if dan menetap di sana.
Ketika rombongan orang-orang Tha’if
bersiap-siap hendak menemui Rasulullah Saw untuk memeluk Islam, aku merasa
serba salah tidak tahu kemana harus melarikan diri. Aku berfikir, apakah aku
harus melarikan diri ke Syam, atau ke Yaman, ataupun ke negeri-negeri lainnya,
sampai kapan aku akan menjadi orang buruan?! Demi Allah, aku merasakan diriku
susah sekali.
Tiba-tiba ada orang yang datang kepadaku
memberi nasehat: Apa yang engkau susahkan?
Muhammad tidak membunuh orang yang masuk ke
dalam agamanya, dan menyaksikan syahadat kebenaran!
Aku tidak ada jalan melainkan menerima
nasehat itu. Aku pun menuju ke Madinah untuk menemui Rasulullah Saw. Memang
tiada disangka-sangkanya melainkan dengan tiba-tiba Beliau Saw melihatku
berdiri di hadapannya menyaksikan syahadat kebenaran itu.
Beliau lalu menoleh kepadaku seraya berkata:
“Apakah engkau ini Wahsyi?”
Jawabku: “Saya, wahai Rasulullah!”
Beliau berkata lagi: “Duduklah! Ceritakanlah
bagaimana engkau membunuh Hamzah?!”
Aku lalu menceritakan kepadanya seperti aku
menceritakan sekarang kepada kamu berdua.
Ketika selesai bercerita, Beliau berkata
kepadaku: “Awas! Jangan lagi engkau datang menunjukkan wajahmu kepadaku!”
Karena itu aku terus-menerus menjauhkan diri
dari Rasulullah Saw supaya Beliau Saw tidak melihat wajahku lagi, sehinggalah
Beliau Saw wafat meninggalkan dunia ini. Kemudian ketika kaum Muslimin keluar untuk
berperang dengan Musailimah Al-Kazzab, pemimpin kaum murtad di Yamamah, aku
turut keluar untuk berperang dengannya. Aku bawa pisau bengkok yang membunuh
Hamzah itu.
Ketika orang sedang gawat bertempur, aku
mencuri-curi masuk dan aku lihat Musailimah sedang berdiri dan di tangannya
pedang yang terhunus, maka aku pun membuat persiapan untuk melemparnya dan di
sebelahku ada seorang dari kaum Anshar yang sama tujuan denganku. Aku terus
mengacung-acungkan pisau itu ke arahnya, dan ketika aku rasa sudah bisa
mengenai sasarannya, aku pun melemparkannya, dan mengenainya, lalu orang Anshar
itu menghabiskan hidupnya dengan pedangnya. Aku sendiri tidak memastikan siapa
yang membunuh Musailimah itu, apakah pisau bengkokku itu, ataupun pedang orang
Anshar tadi, hanya Tuhan sajalah yang lebih mengetahui. Jika aku yang
membunuhnya, maka aku telah membunuh orang yang terbaik pada masa hayat
Rasulullah Saw dan aku juga sudah membunuh orang yang paling jahat sesudah
hayat Beliau.” (Al-Bidayah Wan-Nihayah 4:18)
Imam Bukhari telah mengeluarkan dari Ja’far
bin Amru sebagaimana cerita yang sebelumnya, cuma apabila orang ramai berbaris
untuk berperang, lalu keluarlah Sibak seraya menjerit: “Siapa yang akan
melawanku? “
Hamzah pun keluar untuk melawannya, lalu
Hamzah berkata kepadanya: “Hai Sibak! Hai putera Ummi Anmar, tukang sunnat
orang perempuan! Apakah engkau hendak melawan Allah dan Rasul-Nya?”
Hamzah lalu menghantamnya dengan suatu
pukulan yang keras menghabiskannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!