Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Sabtu, 11 Januari 2014

Asma’ binti Abu Bakar Ash-Shiddiq r.ha

Ibunya bernama Qutayrah binti Abu Uzza dari Banu Amir bin lu’ai. Dia adalah saudara kandung Abdullah bin Abu Bakar r.a. Asma’ telah dilahirkan 27 tahun sebelum Hijriyah. Usianya lanjut, sehingga dia wafat pada tahun ke-73 sesudah Hijriyah. Berarti usianya genap satu abad.

Dari masa jahiliyyah hingga ke masa pemerintahan Bani Umayyah. Semenjak permulaan Islam, Asma’ telah banyak membantu perjuangan Nabi Muhammad Saw beserta ayahnya. Ketika Rasulullah Saw dan Abu Bakar r.a dikejar-kejar oleh kaum kafir Quraisy, keduanya bersembunyi di Gua Tsur, maka setiap petangnya, Asma’ binti Abu Bakar r.ha seorang diri telah datang ke tempat persembunyian itu untuk membawa makanan dan minuman untuk Nabi Muhammad Saw serta ayahnya. Pada malam ketiga, Asma’ r.ha juga telah datang ke tempat Persembunyian Rasulullah Saw dengan membawa Seorang penunjuk jalan, yaitu Abdullah bin Uraiqith. Kemudian Nabi Muhammad Saw bersama sahabatnya meninggalkan gua itu untuk melanjutkan perjalanan. Sedangkan Asma’ r.ha membawakan bungkusan makanan bagi mereka. Dan karena dia tidak menemukan tali untuk mengikat makanan itu pada unta, maka ia membuka tali ikat pinggangnya, lalu disobeknya menjadi dua utas tali. Yang satu dijadikan ikat makanan kepada unta, dan yang lain diikatkan pada pinggangnya. Dan sejak itulah dia telah dikenal dengan panggilan ‘Wanita yang mempunyai dua ikat pinggang’.

Setelah berkhidmat dan membantu perjuangan Nabi Muhammad Saw Ketika berhijrah ke Madinah, Asma’ r.ha segera kembali ke rumahnya. Namun, belum sempat Asma’ r.ha tiba di rumahnya, beberapa orang kaum kafir Quraisy dengan diketuai oleh Abu Jahal, sudah berada di belakangnya. Asma’ r.ha ditanya dengan berbagai pertanyaan. Tetapi dia tetap menjawab, ‘Saya tidak tahu.’ Hal itu telah membuat Abu Jahal marah, lalu dia menampar Asma’ r.ha dengan tangannya yang kasar itu. lantaran tamparan itu terialu kuat, sehingga anting-anting Asma’ r.ha tercabut dari telinganya. Rasa sakit dari tamparan Abu jahal itu terus terasa oleh Asma’ r.ha sampai beberapa hari, bahkan dia tidak dapat melupakannya seumur hayatnya.

Asma’ r.ha telah memeluk Islam bersama-sama orang yang pertama memeluk Islam. Dia adalah orang yang kedelapan belas dalam urutan orang-orang yang mula-mula memeluk Islam. Usia Asma’ r.ha delapan tahun lebih tua dari ‘Aisyah r.ha.

Asma’ r.ha telah menikah dengan Zubair bin Awwam r.a. Dan darinya mempunyai anak: Abdullah, Urwah, Mundzir, Asim, Muhajir, Khadijah, Ummul Hasan, dan ‘Aisyah.

Suaminya, Zubair telah syahid dalam pertempuran Jamal. Asma’ binti Abu Bakar r.ha berkata, “Ketika aku menikahi Zubair, dia belum mempunyai rumah, juga tidak mempunyai budak. Dia tidak mempunyai apa-apa di muka bumi ini selain kudanya. Akulah yang biasanya menggembalakan kudanya, memberinya makan, dan merawatnya. Selain itu aku juga yang menggiling bibit kurma, menggembalakan unta, memberinya minum, menambal ember, dan membuat roti. Sebenarnya aku tidak begitu pandai membuat roti, maka tetanggaku orang Anshar yang biasanya membuatkan roti untukku. Mereka adalah wanita-wanita yang ramah.”

Asma’ r.ha sering menjujung bibit kurma di kepalanya dari hasil tanah milik Zubair yang telah dihadiahkan oleh Rasulullah Saw kepadanya. Tanah itu jauhnya sekitar 2 mil. Suatu hari, Asma’ r.ha sedang membawa biji-biji kurma itu di atas kepalanya, di tengah perjalanan ia bertemu dengan Rasulullah Saw dan sekelompok sahabat r.huma. Lalu Beliau Saw memanggil Asma’ r.ha, ‘Ayo! lkutiah!’ mengajaknya agar ikut di belakang beliau.

Asma’ r.ha merasa malu sekali berjalan bersama para laki-laki. Dan ia teringat akan Zubair dan kecemburuannya. Karena Zubair termasuk orang yang paling pencemburu. Dan ketika Rasulullah Saw melihat bahwa Asma’ r.ha malu, lalu beliau pergi. Setelah itu, Asma’ r.ha menemui Zubair dan menceritakan kejadian tadi, “Tadi Rasulullah Saw bertemu denganku ketika aku sedang menjunjung biji kurma di kepalaku. Ada sekelompok sahabat bersama beliau. Beliau merundukkan untanya supaya aku bisa ikut menunggang unta itu bersama beliau, tetapi aku sangat malu dan aku tahu rasa cemburumu.”

Zubair berkata, “Demi Allah, memikirkanmu menjunjung biji kurma adalah lebih berat bagiku daripada kamu berkendaraan bersama beliau Saw.”

Pada suatu ketika Asma’ r.ha merasa Zubair berlaku keras terhadapnya. Lalu Asma’ r.ha menemui ayahnya, Abu Bakar Ash-Shiddiq r.a dan mengeluhkan tentangnya. Ayahnya berkata, “Puteriku, Sabarlah. jika seorang wanita mempunyai suami yang shaleh dan dia meninggal, lalu wanita itu tidak menikah setelah itu, mereka akan dipersatukan kembali di surga.”

Asma’ binti Abu Bakar r.ha pernah datang menemui Rasulullah Saw berkata, ‘Ya Nabi Allah! tidak ada apa-apa di rumahku kecuali apa yang dibawakan Zubair untukku. Salahkah bila aku menginfakkan sebagian dari yang dibawakannya itu?” Beliau Saw menjawab, infakkanlah yang kamu bisa. Jangan menimbun harta, atau Allah Swt akan menahannya darimu.”


Kedermawanannya tidak diragukan lagi. Prinsip hidupnya adalah menyedekahkan apa yang ada, tanpa menyimpannya. la sangat menyakini, bahwa dengan memperbanyak sedekah akan menambah rezeki dan menyelesaikan masalah.

Diriwayatkan bahwa Asma’ binti Abu Bakar r.ha jika merasa tidak enak badan, maka dia akan membebaskan semua budak miliknya. jika ia merasa sakit kepala, maka ia akan meletakkan tangannya di kepalanya, seraya berkata, ‘Tubuhku, dan yang diampuni Allah Swt sudah cukup!’

Asma’ r.ha pun sering menasehati putera-puteri dan ahli keluarganya, “Berinfaklah dan bersedekahlah dan jangan menanti agar uangmu berlebih. jika engkau mengharapkan uangmu berlebih, engkau tidak akan mendapatkannya. lika engkau bersedekah, engkau tidak akan menderita kerugian.”

Demikian Islam melekat pada dirinya, sehingga kepada ibu kandungnya pun ia sangat berhati-hati, mengingat ibu kandungnya sendiri belum memeluk Islam. Diriwayatkan bahwa Qutayrah binti Abdul Uzza – yaitu isteri Abu Bakar Ash Shiddiq r.a yang telah diceraikan pada zaman jahiliyah karena masih kufur – mengunjungi puterinya Asma’ binti Abu Bakar r.ha. ia membawa kurma, mentega cair, dan daun mimosa. Tetapi Asma’ r.ha menolak tidak mau menerima pemberiannya itu, bahkan Asma’ r.ha telah melarang ibunya itu memasuki rumahnya. Kemudian Asma’ r.ha menemui Aisyah r.ha, “Tolong tanyakanlah kepada Rasulullah Saw.’

Beliau menjawab, “Sebaiknya kamu izinkan ibumu masuk dan menerima pemberiannya.”
Kemudian Allah Swt menurunkan wahyu-Nya,

“Allah tidak melarangmu untuk berbuat baik, dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama dan tidak pula mengusirmu dari negerimu. Sesungguhnya Allah Swt menyukai orang-orang yang berlaku adil Sesungguhnya Allah Swt hanya melarangmu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama, dan mengusirmu dari negerimu, dan membantu orang lain dari mengusirmu. Dan barang siapa yang menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.” (Al-Mumtahanah: 8-9).

Ketika usianya bertambah tua, Allah Swt telah memberinya ujian, yaitu kedua belah matanya menjadi buta. Dan kezuhudan dan kecintaannya kepada akherat, telah banyak menjauhkan dirinya dari tipu daya duniawi. Pernah pada suatu ketika, puteranya yaitu Mundzir bin Zubair telah datang dari lrak. Dan ia mengirimi Asma’ binti Abu Bakar r.ha setelan baju yang terbuat dari kain halus yang sangat lembut. Ketika baju itu sampai, Asma’ r.ha menyentuh kain itu dengan tangannya, lalu ia berkata, “Hussh… Kembalikan pakaian ini kepadanya!”

Terlihat Asma’ r.ha sangat gusar dengan hadiah itu. Melihat hal ini Mundzir berkata, “Wahai lbu, (baju) ini tidak tembus pandang!”
Asma’ r.ha menjawab, “Jika tidak tembus pandang, ia tembus cahaya.”
Kemudian Mundzir memberikan kepada Asma’ r.ha sebuah pakaian biasa dan Asma’ r.ha menerimanya. Asma’ r.ha berkata, “Aku akan memakai pakaian seperti ini.”

Pada suatu ketika, pada masa pemerintahan Bani Umayyah, ketika Asma’ r.ha telah berusia 100 tahun dan matanya telah menjadi buta, datanglah Abdullah bin Zubair menemui ibunya Asma’. Abdullah berkata, “Wahai ibuku! Orang-orang telah mengecewakanku. Aku tidak mempunyai pendukung, kecuali beberapa orang saja.”
Menanggapi kesedihan anaknya ini, Asma’ r.ha memberikan nasehat dan dorongan untuk membangkitkan lagi semangat anaknya, ia berkata,
“Wahai anakku, engkau tentu lebih tahu tentang dirimu sendiri. jika engkau yakin, bahwa engkau di atas kebenaran, dan kepada kebenaran engkau menyeru orang, maka teruskaniah! Sahabat-sahabatmu juga telah terbunuh di atas kebenaran ini. jangan engkau jadikan batang lehermu dipermainkan oleh anak-anak bani Umayyah.

Tetapi, jika engkau hanya menginginkan dunia semata, maka seburuk-buruk hamba adalah engkau! Engkau telah membinasakan dirimu sendiri, dan engkau telah membinasakan orang-orang yang telah terbunuh bersama-samamu.
Dan jika engkau berada di atas kebenaran, lalu sahabat-sahabatmu menghadapi kesulitan, apakah engkau akan menjadi lemah?!
Demi Allah, ini bukanlah sikap orang-orang yang merdeka dan bukan pula sikap ahli agama.
Berapa lama engkau akan tinggal di dunia ini? Mati adalah lebih baik!”

Mendengar nasehat dan dorongan dari Asma’ r.ha ini, maka Abdullah bin Zubair merasa tenang dan bersemangat. Lalu ia datang kepada Asma’ r.ha dan mencium kepalanya, sambil berkata, “Demi Allah, inilah pendapatku! Akan tetapi aku ingin mengambil pikiran darimu, dan kini engkau telah menambahkan kepadaku keteguhan hati di atas keteguhan yang telah ada padaku.

lngatlah, wahai ibuku!!! Anggaplah aku ini sudah mati dari hari ini, dan aku harap engkau tidak terlalu sedih jika mendengar beritaku kelak, dan serahkanlah masalah ini kepada Allah Swt!”

Kemudian Abdullah memberikan kata selamat tinggal kepada ibunya.

Dalam riwayat lain disebutkan, pernah Abdullah mengadu kepada ibunya tentang kebimbangan hatinya, jika ia mati, tentu mayatnya akan dipotong-potong oleh Al-Hajjaj. Maka Asma’ r.ha menentramkannya dengan berkata, “Apakah orang yang sudah mati, akan merasakan siksa atau aniaya, yang dibuat oleh orang yang hidup? Tentu tidak bukan?!”

Ketika Abdullah telah terbunuh di tangan Al-Hajjai. Hajjai telah meletakkan mayatnya tersalib di atas batu. Dan dia bersumpah tidak akan menurunkannya dari atas salib itu, sehingga ibunya sendiri datang memohon kepadanya untuk menurunkan mayat itu. Akan tetapi, Asma’ r.ha sangat enggan untuk menundukan kepalanya kepada Al-Hajjaj. Maka mayat itu terus bergantung di situ, sehingga genap setahun lamanya di atas salib. Dan ketika pada suatu hari Asma’ r.ha lewat di situ, ia berkata, “Apakah masih belum sampai masanya bagi sang pahlawan ini untuk menapakkan kakinya di atas bumi!”

Mendengar ucapannya tersebut, orang-orang bani Umayyah telah menganggap kata-kata Asma’ r.ha itu sebagai permintaan belas kasihan kepada anaknya, maka mereka pun menurunkannya dari atas salib.

Al-Hajjaj pernah datang kepada Asma’ r.ha dengan penuh keangkuhan dan berkata kepadanya, “Apa pendapatmu tentang apa yang telah kulakukan terhadap anakmu?”
Asma’ r.ha menjawab dengan tegas, “Aku telah membinasakan dunianya, ketika dia telah berhasil membinasakan akhiratmu.”
Sebelumnya Asma’ telah berdo’a, “Ya Allah! janganlah Engkau ambil nyawaku sebelum mataku merasa bahagia dengan mayat anak-ku!”
Dan seminggu setelah mayat Abdullah diturunkan dari salib itu, barulah Asma’ r.ha meninggal dunia.

Diriwayatkan bahwa Asma’ binti Abu Bakar r.ha. juga termasuk golongan wanita-wanita pemberani. Dia selalu menyimpan sebuah belati di bawah bantalnya untuk melawan para pencuri yang merajalela di Madinah. Keberanian Asma’ r.ha bukan sekedar itu, bahkan ia berani berkata benar di hadapan seorang penguasa walaupun terasa pahit. la pernah pergi menemui Hajjai dalam keadaan buta.

Dia bertanya, “Di mana Hajjaj?”
Mereka menjawab, “la tidak di sini.”
Dia berkata, “Katakanlah kepadanya bahwa aku mendengar Rasulullah Saw berkata, “Ada dua orang laki-laki di Thaif: Yang seorang adalah pendusta dan yang seorang lagi adalah perusak.”

Yang dimaksud perusak adalah Hajjaj itu sendiri. Ketika pesan itu disampaikan kepada Hajjaj, Hajjaj berbalik mengunjungi Asma’ binti Abu Bakar r.ha. dan berkata kepadanya, “Puteramu telah menumpang di rumah ini dan Allah Swt telah membuatnya merasakan siksaan yang pedih yang telah dilakukan atasnya.”

Asma’ r.ha menjawab, “Engkau berdusta. Dia berbhakti kepada kedua orang tuanya, berpuasa, dan shalat, tetapi demi Allah, Rasulullah Saw memberitahukan kepada kami bahwa seorang pendusta akan muncul dari Thaif, yang satu lebih buruk dari yang pertama, yaitu ia seorang perusak.”

Asma’ binti Abu Bakar r.ha. mewasiatkan sebelum wafatnya, “Jika aku meninggal dunia, mandikaniah aku dan kafanilah, serta berilah wewangian, tetapi jangan tinggalkan parfum di kain kafanku dan jangan mengikutiku dengan api.”

Asma’ binti Abu Bakar r.ha. meninggal dunia beberapa malam setelah puteranya Abdullah bin Zubair diturunkan dari salib. Abdullah bin Zubair telah terbunuh pada hari Selasa, 17 jumadil-Ula tahun 73 Hijriyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!