Zainab binti
Rasulullah SAW.
Zainab r.ha adalah puteri tertua
Rasulullah Saw. Rasulullah Saw telah menikahkannya dengan sepupu beliau, yaitu
Abul ‘Ash bin Rabi’ sebelum beliau diangkat menjadi Nabi, atau ketika Islam
belum tersebar di tengah-tengah mereka.
lbu Abul ‘Ash adalah Halah binti Khuwaylid,
bibi Zainab dari pihak ibu. Dari pernikahannya dengan Abul ‘Ash mereka
mempunyai dua orang anak: Ali dan Umamah.
Ali meninggal ketika masih kanak-kanak dan
Umamah tumbuh dewasa dan kemudian menikah dengan Ali bin Abi Thalib r.a.
setelah wafatnya Fatimah r.ha.
Setelah berumah tangga, Zainab r.ha
tinggal bersama Abul ‘Ash bin Rabi’ suaminya. Hingga pada suatu ketika, pada
saat suaminya pergi bekerja, Zainab r.ha mengunjungi ibunya. Dan ia dapatkan
keluarganya telah mendapatkan suatu karunia dengan diangkatnya, ayahnya,
Muhammad Saw menjadi Nabi akhir jaman. Zainab r.ha mendengarkan keterangan
tentang Islam dari ibunya, Khadijah r.ha. Keterangan ini membuat hatinya lembut
dan menerima hidayah Islam. Dan keislamannya ini ia pegang dengan teguh,
walaupun ia belum menerangkan keislamannya kepada suaminya, Abul ‘Ash.
Sedangkan Abul ‘Ash bin Rabi’ adalah termasuk
orang-orang musyrik yang menyembah berhala. Pekerjaan sehari-harinya adalah
sebagai peniaga. Ia sering meninggalkan Zainab r.ha untuk keperluan dagangnya.
la sudah mendengar tentang pengakuan Muhammad sebagai Nabi Saw.. Namun, ia
tidak mengetahui bahwa isterinya, Zainab r.ha sudah memeluk Islam. Pada tahun
ke-6 setelah hijrah Nabi Muhammad Saw ke Madinah.
Abul ‘Ash bin Rabi’ pergi ke Syria beserta
kafilah-kafilah Quraisy untuk berdagang. Ketika Rasulullah Saw. mendengar bahwa
ada kafilah Quraisy yang sedang kembali dari Syria, beliau Saw mengirim Zaid
bin Haritsah r.a. bersama 313 pasukan muslimin untuk menyerang kafilah Quraisy
ini. Mereka menghadang kafilah ini di dekat Al-is di Badar pada bulan jumadil
Awal. Mereka menangkap kafilah itu dan barang-barang yang dibawanya serta
menahan beberapa orang dari kafilah itu, termasuk Abul ‘Ash bin Rabi’. Ketika penduduk
Mekkah datang untuk menebus para tawanan, maka saudara laki-laki Abul ‘Ash,
yaitu Amar bin Rabi’, telah datang untuk menebus dirinya. Ketika itu,
Zainab r.ha isteri Abul ‘Ash masih tinggal di Mekkah. la pun telah
mendengar berita serangan kaum muslimin atas kafilah-kafilah Quraisy termasuk
berita tertawannya Abul ‘Ash.
Berita ini sangat menyedihkan hatinya. Lalu
ia mengirimkan kalungnya yang terbuat dari batu onyx Zafar hadiah dari ibunya,
Khadijah binti Khuwaylid r.ha.
Zafar adalah sebuah gunung di Yaman. Khadijah
binti Khuwaylid r.ha telah memberikan kalung itu kepada Zainab r.ha ketika ia
akan menikah dengan Abul ‘Ash bin Rabi’. Dan kali ini, Zainab r.ha mengirimkan
kalung itu sebagai tebusan atas suaminya, Abul ‘Ash. Kalung itu sampai di tangan
Rasulullah Saw. Ketika beliau Saw. melihat kalung itu, beliau segera
mengenalinya. Dan kalung itu mengingatkan beliau kepada isterinya yang sangat
ia sayangi, Khadijah binti Khuwaylid r.ha.
Rasulullah Saw berkata, “Seorang Mukmin
adalah penolong bagi orang Mukmin lainnya. Setidaknya mereka memberikan
perlindungan. Kita lindungi orang yang dilindungi oleh Zainab. jika kalian bisa
mencari jalan untuk membebaskan Abul ‘Ash kepada Zainab dan mengembalikan
kalungnya itu kepadanya, maka lakukanlah.”
Mereka menjawab, “Baik, yaa Rasulullah Saw”
Maka mereka segera membebaskan Abul ‘Ash dan
mengembalikan kalung itu kepada Zainab r.ha.
Kemudian Rasulullah Saw. menyuruh Abul ‘Ash
agar berjanji untuk membiarkan Zainab r.ha bergabung bersama Rasulullah Saw.
Dia pun berjanji dan memenuhi janjinya itu. Ketika Rasulullah Saw. pulang ke
rumahnya, Zainab r.ha datang menemuinya dan meminta untuk mengembalikan kepada
Abul ‘Ash apa yang pernah diambil darinya. Beliau Saw mengabulkannya. Pada
kesempatan itu, Beliau Saw pun telah melarang Zainab r.ha agar tidak mendatangi
Abul ‘Ash, karena dia tidak halal bagi Zainab r.ha selama dia masih kafir.
Lalu Abul ‘Ash kembali ke Mekkah dan
menyelesaikan semua kewajibannya. Kemudian dia masuk Islam dan kembali kepada
Rasulullah Saw sebagai seorang Muslim. Dia berhijrah pada bulan Muharram, 7
Hijriyah. Maka Rasulullah Saw pun mengembalikan Zainab r.ha kepadanya,
berdasarkan pernikahannya yang pertama.
Zainab wafat pada tahun 8 Hijriyah.
Orang-orang yang memandikan jenazahnya ketika itu, antara lain ialah; Ummu
Aiman, Saudah binti Zam’ah, Ummu Athiyah, dan Ummu Salamah r.ha. Rasulullah Saw
berpesan kepada mereka yang akan memandikan jenazahnya ketika itu, “Basuhlah
dia dalam jumlah yang ganjil, 3 atau 5 kali atau lebih jika kalian merasa lebih
baik begitu.
Mulailah dari sisi kanan dan anggota-anggota
wudhu.
Mandikan dia dengan air dan bunga.
Bubuhi sedikit kapur barus pada air siraman
yang terakhir.
Jika kalian sudah selesai beritahukaniah
kepadaku.”
Ketika itu, rambut jenazah dikepang menjadi
tiga kepangan, di samping dan di depan lalu dikebelakangkan. Setelah selesai
dari memandikan jenazah, Ummu Athiyah memberitahukan kepada Nabi Muhammad Saw.
Lalu Nabi Muhammad Saw memberikan selimutnya dan berkata, “Kafanilah dia dengan
kain ini.”
Ruqayyah
binti Rasulullah SAW.
Ruqayyah r.ha telah menikah dengan Utbah bin
Abu lahab sebelum masa kenabian. Sebenarnya hal itu sangat tidak disukai oleh
Khadijah r.ha. Karena ia telah mengenal perilaku ibu Utbah, yaitu Ummu jamil
binti Harb, yang terkenal berperangai buruk dan jahat.
Ia khawatir puterinya akan memperoleh
sifat-sifat buruk dari ibu mertuanya tersebut. Dan ketika Rasulullah Saw telah
diangkat menjadi Nabi, maka Abu Lahab lah, orang yang paling memusuhi
Rasulullah Saw dan Islam. Abu Lahab telah banyak menghasut orang-orang Mekkah
agar memusuhi Nabi Muhammad Saw dan para sahabat r.huma. Begitu pula isterinya,
Ummu Jamil yang senantiasa berusaha mencelakakan Rasulullah Saw dan
memfitnahnya.
Atas perilaku Abu lahab dan permusuhannya
yang keras terhadap Rasulullah Saw, maka Allah Swt telah menurunkan wahyu-Nya,
“Maka celakalah kedua tangan Abu lahab,” (Q.S Al lahab: 1)
Setelah ayat ini turun, maka Abu lahab
berkata kepada kedua orang puteranya, Utbah dan Utaibah, “Kepalaku tidak halal
bagi kepalamu selama kamu tidak menceraikan Puteri Muhammad.”
Atas perintah bapaknya itu, maka Utbah
menceraikan isterinya tanpa alasan. Setelah bercerai dengan Utbah, kemudian
Ruqayyah r.ha dinikahkan oleh Rasulullah Saw dengan Utsman bin Affan r.a.
Hati Ruqayyah r.ha pun berseri-seri dengan
pernikahannya ini. Karena Utsman r.a adalah seorang Muslim yang beriman teguh,
berbudi luhur, tampan, kaya raya, dan dari golongan bangsawan Quraisy. Setelah
pernikahan itu, penderitaan kaum muslimin bertambah berat, dengan tekanan dan
penindasan dari kafirin Quraisy. Ketika semakin hari penderitaan kaum muslimin,
termasuk keluarga Rasulullah Saw. bertambah berat, maka dengan berat hati Nabi
Muhammad Saw mengijinkan Utsman beserta keluarganya dan beberapa muslim lainnya
untuk berhijrah ke negeri Habasyah. Ketika itu Rasulullah Saw bersabda,
“Pergilah ke negeri Habasyah, karena disana ada seorang raja yang terkenal baik
budinya, tidak suka menganiaya siapapun, Disana adalah bumi yang melindungi
kebenaran. Pergilah kalian ke sana. Sehingga Allah Swt akan membebaskan kalian
dari penderitaan ini.”
Maka berangkatlah satu kafilah untuk
berhijrah dengan diketuai oleh Utsman bin Affan r.a. Rasulullah Saw bersabda
tentang mereka, “Mereka adalah orang yang pertama kali hijrah karena Allah Swt
setelah Nabi Luth A.s.”
Setibanya di Habasyah mereka memperoleh
perlakuan yang sangat baik dari Raja Habasyah. Mereka hidup tenang dan
tenteram, hingga datanglah berita bahwa keadaan kaum muslimin di Mekkah telah
aman. Mendengar berita tersebut, disertai kerinduan kepada kampung halaman,
maka Utsman bin Affan r.a memutuskan bahwa kafilah muslimin yang dipimpimnya
itu akan kembali lagi ke kampung halamannya di Mekkah. Mereka pun kembali.
Namun apa yang dijumpai adalah berbeda dengan apa yang mereka dengar ketika di
Habasyah. Pada masa itu, mereka mendapati keadaan kaum muslimin yang
mendapatkan penderitaan lebih parah lagi. Pembantaian dan penyiksaan atas kaum
muslimin semakin meningkat. Sehingga rombongan ini tidak berani memasuki Mekkah
pada siang hari. Ketika malam telah menyelimuti kota Mekkah, barulah mereka
mengunjungi rumah masing-masing yang dirasa aman. Ruqayyah r.ha pun masuk
ke rumahnya, melepas rindu terhadap orang tua dan saudara-saudaranya.
Namun ketika matanya beredar ke sekeliling
rumah, ia tidak menjumpai satu sosok manusia yang sangat ia rindukan. la
bertanya, “Mana ibu?….. mana ibu?….”
Saudara-saudaranya terdiam tidak menjawab.
Maka Ruqayyah r.ha pun sadar, orang yang sangat berarti dalam hidupnya itu
telah tiada. Ruqayyah r.ha menangis sedih. Hatinya sangat bergetar, bumi pun
rasanya berputar atas kepergiannya. Penderitaan hatinya, ternyata tidak
berhenti sampai di situ. Tidak lama berselang, anak lelaki satu-satunya, yaitu
Abdullah yang lahir ketika hijrah pertama, telah meninggal dunia pula. Padahal
nama Abdullah adalah kunyah bagi Utsman r.a, yaitu Abu Abdullah. Abdullah masih
berusia dua tahun, ketika seekor ayam jantan mematuk mukanya sehingga mukanya
bengkak, maka Allah Swt mencabut nyawanya. Ruqayyah r.ha tidak mempunyai anak
lagi setelah itu.
Dia hijrah ke Madinah setelah Rasulullah Saw
hijrah. Ketika Rasulullah Saw bersiap-siap untuk perang Badar, Ruqayyah r.ha
jatuh sakit, sehingga Rasulullah Saw menyuruh Utsman bin Affan r.a agar tetap
tinggal di Madinah untuk merawatnya. Namun maut telah menjemput Ruqayyah r.ha
ketika Rasulullah Saw masih berada di medan Badar pada bulan Ramadhan.
Kemudian berita wafatnya ini dikabarkan oleh
Zaid bin Haritsah r.a ke Badar. Dan kemenangan kaum muslimin yang dibawa oleh
Rasulullah Saw beserta pasukannya dari Badar, ketika masuk ke kota Madinah,
telah disambut dengan berita penguburan Ruqayyah r.ha. Pada saat wafatnya
Ruqayyah r.ha, Rasulullah Saw berkata, “Bergabunglah dengan pendahulu kita,
Utsman bin Maz’un.”
Para wanita menangisi kepergian Ruqayyah r.ha.
Sehingga Umar bin Khattab r.a datang kepada para wanita itu dan memukuli mereka
dengan cambuknya agar mereka tidak keterlaluan dalam menangisi jenazah Ruqayyah
r.ha. Akan tetapi Rasulullah Saw menahan tangan Umar r.a dan berkata,
“Biarkanlah mereka menangis, yaa Umar. Tetapi hati-hatilah dengan bisikan
syaitan. Yang datang dari hati dan mata adalah dari Allah Swt dan merupakan
rahmat. Yang datang dari tangan dan lidah adalah dari syaitan.”
Ummu Kultsum
binti Rasulullah SAW.
Ummu Kultsum adalah adik Ruqayyah r.ha,
puteri Rasulullah Saw Ia telah menikah dengan Utaibah bin Abu Lahab, saudara
Utbah yang telah menikahi Ruqayyah r.ha, sebelum mereka mengenal Islam. Lalu
ketika Rasulullah Saw telah diangkat menjadi Nabi, ia dan saudara-saudaranya
memeluk Islam dengan lapang dada. Dan dakwah Nabi Muhammad Saw yang selalu
ditentang oleh Abu Lahab beserta keluarganya ini, menyebabkan Allah Swt telah
mewahyukan kepada Nabi Muhammad Saw firman-Nya yang berbunyi, “Maka celakalah kedua tangan Abu lahab”
(Q.S Al-lahab: 1)
Setelah tutun ayat ini, Abu Lahab berkata
kepada Utaibah anaknya, “Kepalaku tidak halal bagi kepalamu selama kamu tidak menceraikan
puteri Muhammad.”
Maka dia pun menceraikan isterinya, Ummu
Kultsum r.ha begitu saja. Utaibah mendatangi Nabi Muhammad Saw dan mengatakan
kata-kata yang menyakitkan hati Rasulullah Saw Atas perilakuan itu, maka
Rasulullah Saw telah berdo’a kepada Allah Swt, agar mengirimkan
anjing-anjing-Nya untuk membinasakan Utaibah. Dan apa yang telah dido’akan oleh
Nabi Muhammad Saw terhadap Utaibah itu benar-benar teriadi.
Dalam suatu perjalanan, seekor singa yang
ganas telah memilih Utaibah diantara teman-temannya untuk diterkam kepalanya.
Utaibah mati dalam keadaan yang sangat mengerikan. Setelah bercerai, maka Ummu
Kultsum r.ha kembali tinggal bersama Rasulullah Saw di Mekkah. Dia ikut hijrah
ke Madinah ketika Rasulullah Saw berhijrah, kemudian tinggal di sana bersama
keluarga Rasulullah Saw Ruqayyah r.ha dan Ummu Kultsum r.ha adalah
dua orang saudara yang perjalanan hidup mereka hampir sama. Mereka berdua
terlahir dari bapak yang sama, ibu yang sama, suami mereka pun kakak beradik
yang namanya mempunyai arti yang sama; Utbah dan Utaibah, mempunyai mertua yang
sama, masuk Islam pada hari yang sama, bercerai pada hari yang sama, dan
setelah perceraian itu, mereka mempunyai suami yang sama pula.
Ketika Ruqayyah r.ha meninggal dunia, maka
Utsman bin Affan r.a menikahi Ummu Kultsum r.ha yang masih perawan yang belum
terjamah oleb Utaibah. Pada waktu itu adalah bulan Rabi’ul-Awwal, tahun ke-3
Hijriyah. Dan keduanya baru berkumpul pada bulan Jumadits-Tsani. Mereka hidup
bersama sampai Ummu Kultsum meninggal dunia tanpa mendapatkan seorang anak pun.
Ummu Kultsum r.ha meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun ke-9 Hijriyah.
Rasulullah Saw bersabda, “Seandainya aku
mempunyai sepuluh orang puteri, maka aku akan tetap menikahkan mereka dengan
Utsman.”
Ummu Kultsum r.ha adalah seorang wanita yang
cantik. la senang memakai jubah sutera yang bergaris. Pada hari wafatnya,
jenazahnya telah dimandikan oleh Asma’ binti Umais dan Shafiah binti Abdul
Muthalib. jenazahnya ditempatkan di atas sebuah keranda yang terbuat dari batang
polgon palem yang baru dipotong. Dan pada saat penguburannya, Rasulullah Saw
duduk di dekat kuburan Ummu Kultsum r.ha dengan berlinangan air mata.
Beliau berkata, “Siapa di antara kalian yang
tidak bercampur dengan isterinya tadi malam?”
Abu Thalhah r.a berkata, “Aku, ya Rasulullah
Saw”
lalu Beliau menyuruhnya, “Turunlah kamu.”
Maka Abu Thalhah turun dan menguburkan Ummu
Kultsum r.a
Fatimah
binti Rasulullah SAW.
Pada suatu ketika, Abu Bakar r.a pernah
datang kepada Rasulullah Saw dan meminang Fatimah r.ha untuk dijadian sebagai
isterinya. Hal itu dijawab oleh Beliau Saw dengan halus, “Wahai Abu Bakar,
tunggulah ketetapan tentang Fatimah.”
Jawaban Rasulullah Saw ini diceritakan oleh
Abu Bakar r.a kepada Umar bin Khattab r.a.
Umar bin Khattab r.a berkata, itu artinya
beliau menolakmu, wahai Abu Bakar. Kemudian Abu Bakar r.a menyarankan kepada
Umar bin Khattab r.a, “Sekarang cobalah kamu yang menanyai Rasulullah Saw untuk
meminang Fatimah.”
Atas anjuran tersebut, maka Umar bin Khattab r.a
pergi menjumpai Rasulullah Saw dan meminta kepada Beliau Saw untuk menikahkan
Fatimah r.ha dengannya.
Pada kali itu pun Rasulullah Saw menjawab,
“Wahai Umar, Tunggulah ketetapan tentangnya.”
Setelah dijawab demikian, Umar bin Khattab r.a
menemui Abu Bakar Ash Shiddiq r.a dan menceritakan hal ini kepadanya. “Berarti
beliau juga telah menolakmu wahai Umar.” Kata Abu Bakar r.a.
Selanjutnya keluarga Ali bin Abi Thalib r.a
telah menyarankan kepada Ali bin Abi Thalib r.a, “Mintalah kepada Rasulullah
Saw agar kamu dapat meminang Fatimah r.ha.”
Maka Ali bin Abi Thalib r.a segera mendatangi
Rasulullah Saw untuk meminang Fatimah r.ha. Pinangan ini diterima oleh beliau
Saw dengan baik. Dan pada hari itu juga Rasulullah Saw telah menikahkannya
dengan Fatimah r.ha dengan mahar beberapa pakaian bekas dan kulit domba.
Dan ketika itu, perlengkapan pengantin
wanitanya antara lain adalah tempat tidur dari dedaunan kurma, bantal kulit
berisi jerami, bejana kulit kecil dan kantong air dari kulit. Untuk pernikahan
itu, Ali bin Abi Thalib r.a telah menjual seekor unta miliknya dan sebagian
barang-barangnya, sehingga terkumpul 480 dirham. Setelah terkumpul Rasulullah
Saw menyuruh Ali bin Abi Thalib r.a, “Belikanlah dua pertiga dari uang itu
untuk wangi-wangian dan yang sepertiganya untuk barang-barang.”
Setelah menikahi Fatimah r.ha, maka Nabi
Muhammad Saw. bersabda kepada Ali bin Abi Thalib r.a, “Carilah rumah”.
Maka Ali bin Abi Thalib r.a pun mencari
sebuah rumah untuk tempat tinggalnya bersama keluarga baru. la menemukan sebuah
rumah yang agak jauh dari kediaman Rasulullah Saw. Karena rasa sayang
Rasulullah Saw kepada Fatimah r.ha, beliau berkata kepada Fatimah r.ha, “Aku
ingin kalian pindah agar berdekatan denganku.”
Fatimah r.ha menjawab, “Sebaiknya ayahanda,
meminta kepada Haritsa bin Nu’man untuk pindah demi aku.”
Rasulullah Saw menjawab, “Haritsa dulu pernah
pindah demi kita, jadi aku enggan untuk memintanya kembali.”
Hal ini telah terdengar oleh Haritsa,
sehingga ia datang menemui Rasulullah Saw dan berkata, “Yaa Rasulullah Saw, aku
telah mendengar bahwa engkau ingin agar Fatimah r.ha pindah ke dekat rumahmu.
Rumah-rumahku adalah rumah Bani Najjar yang paling dekat ke rumahmu. Aku dan
hartaku adalah untuk Allah Swt dan Rasul-Nya.
Demi Allah, Yaa Rasulullah Saw aku lebih
menyukai uang yang engkau ambil dariku daripada yang tinggal.”
Rasulullah Saw kemudian berkata, “Engkau
telah berkata dengan sebenarnya, semoga Allah Swt memberkatimu.”
Maka Rasulullah Saw memindahkan Fatimah r.ha
ke rumah Haritsa.
Ali bin Abi Thalib r.a dan Fatimah r.ha
adalah pasangan suami isteri yang hidup dengan penuh kesederhanaan. Tempat
tidur mereka terbuat dari kulit domba. jika mereka akan tidur, mereka harus
membalikkan bulunya terlebih dahulu. Sedangkan bantainya terbuat dari kulit
yang di isi jerami. Walaupun demikian, hari-hari mereka telah diisi dengan
kebahagiaan.
Pada suatu ketika, Fatimah r.ha berkata,
“Demi Allah, aku telah menumbuk gandum sampai tanganku lecet.”
Maka Ali bin Abi Thalib r.a menganjurkan
kepada isterinya, agar menjumpai Rasulullah Saw untuk meminta tawanan-tawanan
perang sebagai pembantu di rumahnya. Fatimah r.ha pun segera menemui
ayahandanya Rasulullah Saw.
Sesampainya di sana, banyak sahabat sedang
berkumpul di sisi Rasulullah Saw. Rasulullah Saw bertanya, “Ada apa, wahai
puteriku?”
Fatimah r.ha menjawab, “Aku datang untuk
mengucapkan salam untukmu.”
Fatimah terlalu segan untuk mengutarakan
maksudnya, sehingga ia kembali pulang tanpa tertunaikan maksud kedatangannya.
Sesampainya di rumah Ali bin Abi Thalib r.a bertanya, “Bagaimana hasilnya?”
Fatimah r.ha menjawab, “Aku terlalu malu
untuk meminta kepada beliau.”
Kemudian mereka berdua datang menghadap
Rasulullah Saw. Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “Yaa Rasulullah Saw, Fatimah
telah menimba air sampai dadanya luka. Ia telah menumbuk (gandum) sampai
tangannya lecet. Dan Allah Swt telah memberimu rampasan perang dan kekayaan,
berilah kami seorang pelayan.”
Namun Rasulullah Saw menjawab, “Demi Allah,
aku tidak akan memberimu pelayan, dan membiarkan ahli Shuffah menahan perutnya
karena kelaparan. Aku tidak mempunyai sesuatu untuk mereka, jadi aku akan
menjual barang rampasan itu dan memberikannya kepada mereka. Maukah kalian kuceritakan
sesuatu yang lebih baik daripada yang kalian minta tadi?”
Mereka menjawab, “Ya, tentu saja.”
Beliau Saw berkata, “Yaitu beberapa kalimat
yang diajarkan Jibril A.s kepadaku. Ketika kalian beristirahat di tempat tidur
ucapkanlah Subhanallah 33 kali, Alhamdulillah 33 kali, dan Allahu Akbar 34
kali.”
Dan nasehat itu telah menjadi amalan rutin
keluarga Fatimah r.ha.
Ali bin Abi Thalib R.a berkata, “Demi Allah
Swt, aku tidak pernah mengabaikan bacaan itu sejak Rasulullah Saw
mengajarkannya kepada kami.”
lbnu Kiwa’ berkata kepadanya, “Bahkan pada
malam perang Siffin?’ Ali menjawab, “Semoga Allah murka pada kalian, wahai
penduduk lrak.”
Suatu ketika, Ali bin Abi Thalib r.a pernah
berbuat kasar kepada Fatimah r.ha. Lalu Fatimah r.ha mengancam Ali
bin Abi Thalib r.a, “Demi Allah, aku akan mengadukanmu kepada Rasulullah Saw!”
Fatimah r.ha pun pergi kepada Nabi
Muhammad Saw dan Ali bin Abi Thalib r.a mengikutinya. Sesampainya di sana,
Fatimah r.ha mengeluhkan tentang kekasaran Ali bin Abi Thalib r.a. Nabi
Muhammad Saw menyabarkannya, “Wahai puteriku, dengarkanlah, pasang telinga, dan
pahami. Bahwa tidak ada kepandaian sedikit pun bagi wanita yang tidak membalas
kasih sayang suaminya ketika dia tenang.”
Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “Kalau begitu
aku akan menahan diri dari yang telah kulakukan.”
Fatimah r.ha pun berkata, “Demi Allah,
aku tidak akan berbuat apapun yang tidak engkau sukai.”
Juga disebutkan dalam riwayat lain, Pernah
terjadi pertengkaran antara Ali bin Abi Thalib r.a dan Fatimah r.ha. Lalu
Rasulullah Saw datang, dan Ali bin Abi Thalib r.a menyediakan tempat untuk
Rasulullah Saw berbaring. Kemudian Fatimah r.ha datang dan berbaring di
samping Nabi Muhammad Saw.
Lalu Ali bin Abi Thalib r.a pun berbaring di
sisi lainnya. Rasulullah Saw mengambil tangan Ali bin Abi Thalib r.a dan
meletakkannya di atas perut beliau Saw, lalu beliau Saw mengambil tangan
Fatimah r.ha dan meletakkannya di atas perut beliau. Selanjutnya beliau mendamaikan
keduanya sehingga rukun kembali, Setelah itu barulah beliau keluar. Ada orang
yang melihat kejadian itu lalu berkata kepada Rasulullah Saw, “Tadi engkau
masuk dalam keadaan demikian, lalu engkau keluar dalam keadaan berbahagia di
wajahmu.”
Beliau menjawab, “Apa yang menahanku dari
kebahagiaan, jika aku dapat mendamaikan kedua orang yang paling aku cintai?”
Pada suatu ketika, ‘Aisyah r.ha sedang duduk
bersama Rasulullah Saw, kemudian datanglah Fatimah r.ha dengan gaya berjalannya
yang sama dengan gaya berjalan Rasulullah Saw. Nabi Muhammad Saw menyambutnya,
“Selamat datang, Puteriku.”
Lalu Beliau Saw mendudukkan Fatimah r.ha
di sampingnya dan membisikkan sesuatu kepadanya sehingga Fatimah r.ha
menangis. Kemudian beliau Saw kembali membisiki lagi kepada Fatimah r.ha, dan
dia tertawa. Melihat hal ini, ‘Aisyah r.ha bertanya, “Mengapa engkau menangis
lalu tertawa setelah dibisiki oleh Rasulullah Saw. Apa gerangan yang telah
dibisikkan Rasulullah Saw kepadamu?”
Fatimah menjawab, “Aku tidak akan membuka
rahasia beliau.”
Ketika Rasulullah Saw wafat, ‘Aisyah r.ha
bertanya lagi kepada Fatimah r.ha, dan ia menjawab, “Rasulullah Saw
membisikiku, “Jibril selalu mendatangiku setiap tahun dan mengulangi Al-Qur’an
kepadaku satu kali. Namun, pada tahun ini dia datang kepadaku dua kali dan
membacakan Al-Qur’an kepadaku dua kali. Aku merasa ajalku sudah dekat. Aku
penghulu terbaik bagimu.” Maka aku menangis. Lalu Beliau membisikkan lagi,
“Engkau orang yang paling cepat menyusulku dari keluargaku.” Maka aku tertawa
karenanya.
Pada hari-hari menjelang kematiannya, Fatimah
r.ha diserang sakit yang parah. Abu Bakar Ash Shiddiq r.a pergi mengunjungi
Fatimah r.ha dan meminta izin untuk masuk. Maka Ali bin Abi Thalib r.a
berkata kepada isterinya, “Fatimah, Ada Abu Bakar di depan pintu. Apakah engkau
mengizinkannya masuk?”
Fatimah r.ha mengembalikan pertanyaan itu
kepada suaminya, “Apakah engkau setuju?”
“‘Ya,” jawab Ali bin Abi Thalib r.a.
Maka Abu Bakar Ash Shiddiq r.a masuk untuk
mengunjunginya dan menghiburnya sehingga membuat Fatimah r.ha senang. Dan
pada ketika sakitnya itu, Salma datang menengoknya. Sedangkan pada hari itu Ali
bin Abi Thallib r.a. sedang keluar. Fatimah r.ha berkata kepada Salma,
“Tuangkanlah air untuk mandiku.”
Maka Salma menuangkan air untuk mandi
Fatimah r.ha dengan cara yang terbaik. Kemudian Fatimah r.ha berkata,
“Bawakanlah bajuku yang baru.”
Maka Salma memberikan pakaian baru kepadanya
dan dia pun mengenakannya. Kemudian Fatimah r.ha berkata lagi, “Angkatlah
tempat tidurku ke tengah-tengah ruangan.”
Salma memindahkannya, lalu dia berbaring
menghadap kiblat. Kemudian Fatimah r.ha berkata kepada Salma, “Ibu, aku
akan menemui ajal sekarang. Aku telah mandi, jadi jangan biarkan orang lain
membuka bahuku.”
Salma bercerita, “Fatimah telah wafat.
Kemudian Ali bin Abi Thalib r.a datang dan aku mengabarkan hal itu kepadanya.”
Ali bin Abi Thalib r.a berkata, “Demi Allah,
tidak seorang pun yang akan membuka bahunya.”
Dia mengangkat jenazah Fatimah r.ha dan
menguburkannya dengan mandi itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!