Segala
puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Pembahasan
yang kami angkat pada kesempatan kali ini adalah mengenai permasalahan suami
istri di bulan Romadhon. Mungkin ini terlihat “saru” (kurang sopan)
untuk dibahas, tetapi kami menilai ini adalah pembahasan yang penting. Tidak
sedikit yang belum mengetahuinya. Jadi kami mohon maaf, jika bahasan ini
terlihat kurang sopan.
Kita
ketahui bersama bahwa di siang hari ketika berpuasa, suami istri dilarang
berhubungan badan. Kesempatan yang ada hanya di malam hari. Jika di malam hari
berhubungan, tentu saja ada kewajiban untuk mandi junub terserah ketika itu
keluar mani ataukah tidak. Ketika kemaluan si pria telah masuk pada kemaluan si
wanita, maka tetap mandi wajib. Jika malam hari terasa dingin, maka tentu saja
berat untuk mandi di malam hari. Biasanya pasangan tadi menundanya hingga ingin
melaksanakan shalat shubuh. Ketika mereka ingin shalat shubuh, barulah mereka
mandi junub. Padahal kita tahu bersama bahwa waktu menahan diri dari berbagai
pembatal puasa adalah mulai dari terbit fajar shubuh hingga terbenamnya
matahari. Masalahnya apakah puasa tetap sah jika baru mandi setelah masuk
Shubuh? Artinya ia masuk Shubuh, masih dalam keadaan junub.
Sebagai
jawaban cukup kita melihat dalil-dalil berikut.
Allah Ta’ala
berfirman,
أُحِلَّ
لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَائِكُمْ هُنَّ لِبَاسٌ لَكُمْ
وَأَنْتُمْ لِبَاسٌ لَهُنَّ عَلِمَ اللَّهُ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُونَ
أَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ
لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ
أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ
“Dihalalkan
bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan isteri-isteri kamu;
mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu pun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi ma'af kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka
dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah
hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187).
Dalam
ayat ini dijelaskan bahwa Allah masih membolehkan berhubungan badan antara
suami istri sampai terbit fajar Shubuh. Walaupun ketika masuk Shubuh, masih
dalam keadaan junub, ia tetap boleh berpuasa ketika itu. Yang penting, ia
berhenti berhubungan badan sebelum masuk waktu Shubuh.
Dari
‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma, mereka berkata,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ وَهُوَ جُنُبٌ
مِنْ أَهْلِهِ ، ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُومُ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mendapati waktu fajar (waktu Shubuh) dalam
keadaan junub karena bersetubuh dengan istrinya, kemudian beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”
Istri
tercinta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha berkata,
قَدْ
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُدْرِكُهُ الْفَجْرُ فِى رَمَضَانَ
وَهُوَ جُنُبٌ مِنْ غَيْرِ حُلُمٍ فَيَغْتَسِلُ وَيَصُومُ.
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menjumpai waktu fajar di bulan Romadhon
dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam mandi dan tetap berpuasa.”
Al
Qurthubi rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits ini terdapat dua faedah.
Pertama, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyetubuhi istrinya
di bulan Romadhon (di malam hari, saat tidak puasa), lantas beliau menunda
mandinya hingga setelah terbit fajar. Ini menunjukkan bolehnya menunda mandi
junub seperti itu. Kedua, beliau dalam keadaan junub karena jima’
(berhubungan badan dengan istrinya). Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidaklah pernah ihtilam (mimpi basah). Mimpi basah hanyalah dari
setan, sedangkan beliau sendiri adalah orang yang ma’shum (terjaga dari
kesalahan).”
An
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Jika seseorang berhubungan dengan
istrinya sebelum Shubuh dan ketika masuk Shubuh, ia masih dalam keadaan junub,
maka ia masih boleh melakukan puasa. Karena Allah ‘azza wa jalla mengizinkan
mubasyaroh (mencumbu istri) hingga terbit fajar, lalu perintahkan untuk
berpuasa, maka ini menunjukkan bahwa boleh saja seseorang yang hendak berpuasa
masuk shubuh dalam keadaan junub.”
Dalam Al
Mawsu’ah Al Fiqhiyyah disebutkan, “Puasa tetap sah apabila seseorang
menemui waktu Shubuh dalam keadaan junub dan belum mandi.”
Jika
sudah diketahui bahwa apabila seseorang masuk waktu Shubuh dalam keadaan junub,
puasanya tetap sah, ada suatu catatan yang perlu diperhatikan. Orang
tersebut tentulah harus menyegerakan mandi. Terutama untuk laki-laki, ia harus
menyegerakan mandi junub agar bisa ikut shalat Shubuh jama’ah di masjid karena
memang laki-laki wajib untuk berjama’ah Sedangkan wanita, ia boleh menunda
mandinya, asalkan ia tetap shalat Shubuh sebelum matahari terbit. Demikian
penjelasan dari Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah.
Semoga
sajian singkat ini bermanfaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya
segala kebaikan menjadi sempurna.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!