Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara (yaitu) : sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan do’a anak yang sholeh” (HR. Muslim no. 1631)

Cari Berkah

Rabu, 05 Februari 2014

Kisah Abu Ubaidah Bin Jarrah r.a

Abu Ubaidah Amir bin Abdullah bin Al Jarrah bin Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin Al Harits bin Fihr bin Malik bin An-Nadhr bin Kinanah. termasuk orang yang pertama masuk Islam, beliau memeluk Islam selang sehari setelah Sayyidina Abu Bakar Ash Shiddiq r.a memeluk Islam. Beliau masuk Islam bersama Abdurrahman bin Auf r.a, Utsman bin Mazun dan Arqam bin Abu al-Arqam, di tangan Abu Bakar as Shiddiq r.a. Sayyidina Abu Bakar r.a yang membawakan mereka menemui Rasulullah Saw untuk menyatakan syahadat di hadapan Baginda. Kualitasnya dapat kita ketahui melalui sabda Nabi Muhammad Saw: “Sesungguhnya setiap umat mempunyai orang kepercayaan, dan kepercayaan umat ini adalah Abu Ubaidah bin al-Jarrah.”

Abu Ubaidah Bin Jarrah r.a  lahir di Mekah, di sebuah rumah keluarga suku Quraisy terhormat. Nama lengkapnya adalah Amir bin Abdullah bin Jarrah yang dijuluki dengan nama Abu Ubaidah.

Abu Ubaidah bin Jarrah r.a adalah seorang yang berperawakan tinggi, kurus, berwibawa, bermuka ceria, rendah diri dan sangat pemalu. Beliau termasuk orang yang berani ketika dalam kesulitan, beliau disenangi oleh semua orang yang melihatnya, siapa yang mengikutinya akan merasa tenang. Wajahnya mudah sekali berkeringat, kedua gigi serinya tanggal, dan tipis rambut jenggotnya. Dia memiliki dua orang anak yang bernama Yazid dan Umair. Kedua anak itu merupakan buah hatinya dengan sang isteri yang bernama Hindun bin Jabir. Namun, keduanya telah meninggal dunia sehingga dia tidak lagi memiliki keturunan.

Kehidupan beliau tidak jauh berbeda dengan kebanyakan sahabat lainnya, diisi dengan pengorbanan dan perjuangan menegakkan Agama Islam. Hal itu tampak ketika beliau harus hijrah ke Ethiopia (Habasyi) pada gelombang kedua demi menyelamatkan aqidahnya. Namun kemudian beliau kembali lagi untuk menyertai perjuangan Rasulullah Saw.

Abu Ubaidah bin Jarrah r.a juga  ikut berperang bersama Rasulullah Saw, beliau sangat terkenal dengan kepahlawanan dan pengorbanan, saat perang Badar berkecamuk, Abu Ubaidah bin Jarrah r.a melihat bapaknya berada ditengah kaum musyrikin maka diapun menghindar darinya, namun bapaknya berusaha ingin membunuh anaknya. Maka tidak ada jalan lain untuk menghindar baginya kecuali melawannya, dan bertemulah dua pedang  yang saling berbenturan dan pada akhirnya orang tua yang musyrik mati ditangan anaknya yang lebih cinta kepada Allah Swt dan Rasul-Nya daripada orang tuanya hingga turunlah ayat,

“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah Swt dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah Swt dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka. Mereka itulah orang-orang yang Allah Swt telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukkan-Nya mereka kedalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah Swt ridha terhadap mereka dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah Swt. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah Swt itulah  yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah : 22).

Ketika dalam perang Uhud, pasukan muslimin kucar kacir dan banyak yang lari meninggalkan pertempuran, justru Abu Ubaidah bin Jarrah r.a berlari untuk mendapati Nabinya tanpa takut sedikit pun terhadap banyaknya lawan dan rintangan. Demi didapati pipi Nabi Muhammad Saw terluka, yaitu terhujamnya dua rantai besi penutup kepala beliau, segera ia berusaha untuk mencabut rantai tersebut dari pipi Nabi Muhammad Saw.

Abu Ubaidah bin Jarrah r.a mulai mencabut rantai tersebut dengan gigitan giginya. Rantai itu pun akhirnya terlepas dari pipi Rasulullah Saw. Namun bersamaan dengan itu pula gigi seri Abu Ubaidah bin Jarrah r.a ikut terlepas dari tempatnya. Abu Ubaidah bin Jarrah r.a tidak jera. Diulanginya sekali lagi untuk mengigit rantai besi satunya yang masih menancap dipipi Rasulullah Saw hingga terlepas. Dan kali ini pun harus juga diikuti dengan lepasnya gigi Abu Ubaidah bin Jarrah r.a, sehingga dua gigi seri sahabat ini ompong karenanya. Sungguh, satu keberanian dan pengorbanan yang tak tergambarkan.


Rasulullah Saw memberinya gelar “Gagah dan Jujur”. Suatu ketika datang sebuah delegasi dari kaum Nasrani menemui Rasulullah Saw. Mereka mengatakan, “Ya Abul Qassim! Kirimkanlah bersama kami seorang sahabatmu yang engkau percayai untuk menyelesaikan perkara kebendaan yang sedang kami pertengkarkan, karena kaum muslimin di pandangan kami adalah orang yang disenangi.”

Rasulullah Saw bersabda kepada mereka, “Datanglah ke sini nanti sore, saya akan kirimkan bersama kamu seorang yang gagah dan jujur.”

Dalam kaitan ini, Sayyidina Umar bin Khattab r.a mengatakan, “Saya berangkat ingin shalat Dzuhur agak cepat, sama sekali bukan karena ingin ditunjuk sebagai delegasi, tetapi karena memang saya senang pergi shalat cepat-cepat. Setelah Rasulullah Saw selesai mengimami shalat Dzuhur bersama kami, beliau melihat ke kiri dan ke kanan. Saya sengaja meninggikan kepala saya agar beliau melihat saya, namun beliau masih terus membalik-balik pandangannya kepada kami. Akhirnya beliau melihat Abu Ubaidah bin Jarrah, lalu beliau memanggilnya sambil bersabda, ‘Pergilah bersama mereka, selesaikanlah kasus yang menjadi perselisihan diantara mereka dengan adil.’ Lalu Abu Ubaidah bin Jarrah pun berangkat bersama mereka.”

Gubernur Yang Zuhud

Di masa pemerintahan Abu Bakar As Siddiq r.a sebagi Khalifah, Abu Ubaidah Bin Jarrah r.a dipercaya sebagai Ketua Pengawas Perbendaharaan Negara. Abu Bakar As Siddiq r.a kemudian mengangkatnya menjadi Gubernur Syam. Jabatan ini diemban oleh Abu Ubaidah bin Jarrah r.a hingga di masa pemerintahan Umar bin Khattab r.a. Tak lama kemudian Umar bin Khattab r.a mengangkat Abu Ubaidah bin Jarrah sebagai Panglima Perang menggantikan Khalid bin Walid r.a.

Suatu ketika, ketika di masa pemerintahan Abu Ubaidah bin Jarrah r.a Syam dikepung musuh. Umar bin Khattab r.a berkirim surat kepada Abu Ubaidah bin Jarrah r.a. Isinya, “Sesungguhnya tidak akan pernah ada seorang mukmin yang dibiarkan Allah Swt dalam suatu penderitaan melainkan Dia akan melapangkan jalannya, hingga kesulitan akan dibalas-Nya dengan kemudahan.”

Surat itu dibalas oleh Abu Ubaidah bin Jarrah r.a dengan kalimat, “Sesungguhnya Allah Swt telah berfirman: Ketahuilah bahwasanya kehidupan dunia ini hanyalah main-main dan senda gurau, bermewah-mewah, dan saling membanggakan kekayaan dan anak pinak di antaramu, ibarat hujan (menyirami bumi), tumbuh-tumbuhan (menjadi subur menghijau), mengagumkan para petani. Lalu tanaman itu mengering, tampak menguning, kemudian menjadi rapuh dan hancur. Sedang di akhirat kelak, ada azab yang berat (bagi mereka yang menyenangi kemewahan dunia) namun ada pula ampunan dan keridhaan Allah (bagi yang mau bertaubat). Kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu belaka.” (Al-Haddid: 20)

Surat balasan Abu Ubaidah bin Jarrah r.a ini oleh Umar bin Khattab r.a dibacakan di depan kaum muslimin seusai melaksanakan shalat berjamah. “Wahai penduduk Madinah, sesungguhnya Abu Ubaidah mengharapkan aku dan kalian semua suka berjihad,” kata Umar bin Khattab r.a.
Memang Abu Ubaidah bin Jarrah r.a dikenal orang di zamannya sebagai orang yang zuhud. Umar bin Khattab r.a pernah berkunjung ke Syam ketika Abu Ubaidah bin Jarrah r.a menjabat sebagai gubernur. “Abu Ubaidah, bolehkah aku datang ke rumahmu?” tanya Umar bin Khattab r.a.

Jawab Abu Ubaidah bin Jarrah r.a, “Untuk apakah kau datang ke rumahku? Sesungguhnya aku takut kau tak kuasa menahan air matamu begitu mengetahui keadaanku nanti.”
Namun Umar bin Khattab r.a memaksa. Akhirnya Abu Ubaidah bin Jarrah r.a mengizinkan Umar bin Khattab r.a berkunjung ke rumahnya. Sungguh Umar bin Khattab r.a terkejut. Ia mendapati rumah Sang Gubernur Syam kosong melompong. Tidak ada perabotan sama sekali.

Umar bin Khattab r.a bertanya, “Hai Abu Ubaidah, dimanakah penghidupanmu?
Mengapa aku tidak melihat apa-apa selain sepotong kain lusuh dan sebuah piring besar itu, padahal kau seorang gubernur?”
“Adakah kau memiliki makanan?” tanya Umar bin Khattab r.a lagi.
Abu Ubaidah bin Jarrah r.a kemudian berdiri dari duduknya menuju ke sebuah ranjang dan memungut arang yang didalamnya.

Umar bin Khattab r.a pun meneteskan air mata melihat kondisi gubernurnya seperti itu. Abu Ubaidah bin Jarrah r.a pun berujar, “Wahai Amirul Mukminin, bukankah sudah kukatakan tadi bahwa kau ke sini hanya untuk menangis.”

Umar bin Khattab r.a berkata, “Ya Abu Ubaidah, banyak sekali diantara kita orang-orang yang tertipu oleh godaan dunia.”
Suatu ketika Umar bin Khattab r.a mengirimi uang kepada Abu Ubaidah bin Jarrah r.a sejumlah empat ribu dinar. Orang yang diutus Umar bin Khattab r.a melaporkan kepadanya, “Abu Ubaidah membagi-bagi kirimanmu.”

Umar bin Khattab r.a berujar, “Alhamdulillah, puji syukur kepada-Nya yang telah menjadikan seseorang dalam Islam yang memiliki sifat seperti dia.”

Wafatnya Abu Ubaidah bin Jarrah r.a

Pada tahun 18 Hijriyah, Umar bin Khattab r.a mengirim bala tentara ke Jordania yang dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Jarrah r.a, kemudian tentara tersebut tinggal di ‘Amwas, Jordan, hingga terjangkit penyakit kusta saat bala tentara tinggal disana. Ketika Umar bin Khattab r.a mendengar hal demikian, beliau menulis surat kepada Abu Ubaidah bin Jarrah r.a yang isinya ; “sungguh saya memiliki sesuatu yang sangat penting dan saya membutuhkanmu, maka segeralah menghadap saya. “Setelah Abu Ubaidah r.a membaca surat itu, beliau menyadari bahwa yang diinginkan dari Umar bin Khattab r.a menyelamatkan nyawanya dari penyakit kusta tersebut, maka baliau mengingatkan Umar bin Khattab r.a dengan sabda Rasulullah Saw: “Penyakit kusta merupakan bagian dari syahadah bagi kaum muslimn.” (Muttafaqun ‘alaih).

Lalu beliau menulis surat balasan dan berkata di dalamnya, sesungguhnya saya sudah mengetahui kebutuhanmu, maka saya telah mencari solusi dari kehendakmu itu, sesungguhnya saya seorang prajurit dari pasukan kaum muslimin, saya tidak sudi berpisah dengan mereka. Maka ketika Umar bin Khattab r.a membaca surat beliau langsung menangis, dan dikatakan kepadanya, “Apakah Abu Ubaidah telah meninggal ?! beliau berkata,“Tidak, tapi seakan-akan dia sudah meninggal.” (Al-Hakim)


Kemudian Amirul mu’minin kembali menulis surat untuknya dan memerintahkannya untuk pergi meninggalkan kota ‘Amwas ke tempat yang disebut Al-Jabiyah, hingga semua pasukan tidak meninggal karenanya, lalu Abu Ubaidah bin Jarrah r.a pun mengikuti perintah Amirul mukminin, namun beliau tetap terserang penyakit kusta. Kemudian beliau mewasiatkan kepada Mu’adz bin Jabal untuk memimpin pasukan, dan setelah itu beliau wafat sedang umurnya 58 tahun, beliau dishalatkan oleh Mu’adz bin Jabal, dan dikebumikan di desa Baisan, Syam. Abu Ubaidah bin Jarrah r.a meriwayatkan hadits dari Rasulullah Saw sebanyak 14 hadits.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Tuliskan Komentar, Kritik dan Saran SAHABAT Disini .... !!!